Pancasila, Ideologi Feminis Nasionalis

Oleh: Eva Sundari, Ketua Kaukus Pancasila, Pendiri Gerakan Rampak Sarinah.
Sabtu, 09 Juni 2018 03:58 WIB Jurnalis - Gabriella Thesa Widiari

Perjuangan kesetaraan gender sering ditolak dengan tuduhan bahwa feminisme adalah paham impor dari Barat. Apa benar Kartini dan Soekarno menjadi tidak nasionalis karena memperjuangkan pembebasan (emansipasi) perempuan? Mereka justru penggagas ideologi feminis nasionalis yang saling memperkuat.

Kartini besar dalam keluarga intelek yang banyak membaca literatur Barat tetapi nasib bumiputera yang dalam kemiskinan dan keterbelakangan yang memicunya menjadi feminis. Demikian juga Soekarno yang sejak muda sudah bergelut dengan bacaan-bacaan dunia tetapi pertemuannya dengan petani Marhaen yang memecutnya mengembangkan nasionalisme Indonesia, Marhaenisme.

Pengalaman dipingit menjadi titik balik bagi Kartini sehingga ia memilih perjuangan membebaskan para perempuan sebagai strategi memajukan bangsa bumiputera. Soekarno, memilih tindakan politik dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) untuk membebaskan bangsa dari pingitan kolonialisme.

Pertemuan pemikiran keduanya bertemu saat mengupas soal perempuan. Keduanya menyoal budaya feodalisme sebagai penghambat kemajuan perempuan. Kartini cemburu mengapa teman-teman perempuannya di Eropa bisa bebas menuntut ilmu karena tidak adanya tradisi pingitan.

Baca juga :