Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan pemimpin dengan watak otoriter dapat meraih dan mempertahankan kekuasaan melalui mekanisme propaganda dan teror. Keduanya memiliki peran yang sama. Ketika totalitarianisme memiliki kontrol yang mutlak maka propaganda dan teror diganti dengan indoktrinasi dan kekerasan.
Kekerasan tidak hanya untuk menakuti orang, tapi untuk secara terus menerus membuat orang melaksanakan ajaran-ajaran ideologi dan mengumbar kebohongan-kebohongan praktis sehingga akan melahirkan bentuk-bentuk kekerasan lain yang mengarah para tindak perampasan hak milik, fitnah, membunuh dan menyangkal hak hidup lawan dengan tujuan membangun masyarakat yang dibuat sedemikian rupa sehingga selalu merasa tidak berdaya, kata Rieke Diah Pitaloka dalam pidato politik pada acara launching buku Propaganda dan Teror Kekuasaan: Kekerasan Negara Lahirkan Banalitas di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu (17/5/2025).
Buku tersebut diangkat dari tesis Rieke Diah Pitaloka ketika menempuh program master di Universitas Indonesia, lebih dari 20 tahun yang lalu. Isinya sangat kontekstual dengan rezim Orde Baru yang baru runtuh tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun, Tesis tersebut pertama kali diterbitkan dalam bentuk buku pada Oktober 2004 oleh Galang Press Yogyakarta dengan judul Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat.
Enam tahun kemudian Penerbit Koekoesan Depok, Jawa Barat kembali menerbitkan dengan judul Banalitas Kekuasaan: Telaah Pemikiran Hannah Arendt tentang Kekuasaan Negara. Kini tesis itu kembali dibukukan oleg Penerbit Sibermula karena, seperti dikatakan Rieke, situasi sekarang mulai disisipi propaganda dan teror.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR itu melanjutkan, iklim kekerasan di Indonesia di masa Orde Baru memperlihatkan indikasi yang sama dengan kajian Hannah Arendt terhadap dua tokoh totaliter, Hitler dan Stalin.