’Ndasmu Etik’ Simbol Pemimpin Berwatak Bengis

Oleh: Jubir muda TPN Ganjar-Mahfud MD, Yogen Sogen
Senin, 18 Desember 2023 08:00 WIB Jurnalis - Effatha Gloria V.G. Tamburian

Jakarta, Gesuri.id -Redupnya kepatutan terhadap etika yang seharusnya melekat dalam diri seorang pemimpin kembali dipertanyakan. Keteguhan terhadap nilai, etika dan moralitas adalah kriteria utama atau ukuran dan tujuan dalam menentukan norma-norma keadilan dan kemanusiaan di hadapan publik.

Politik moral bagai mata air menuju telaga kebijaksanaan. Penuh tanggung jawab, populis, adil dan jujur adalah etika dalam politik yang tetap harus dijunjung tinggi.

Maka diskursus terkait etika menjadi relevan saat ini dan akan selalu relevan karena kehidupan manusia terus menerus ditandai oleh pertarungan (konflik) antar kekuatan baik (good) dan kekuatan jahat (evil) yang tak pernah henti-hentinya.

Franz Magnis Suseno menyebut, etika mendasarkan diri pada rasio untuk menentukan kualitas moral kebajikan maka disebut juga sistem filsafat yang mempertanyakan praksis manusia berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajibannya.

Pandangan Magnis Suzeno tersebut menegaskan, dalam realitas politik, seorang politisi tidak hanya pintar bersilat lidah namun mampu mempertangungjawabkan tindakan dan omongannya. Harus adanya kesatuan kata dan perbuatan. Politik moral adalah sebuah kewajiban dalam penyelenggaraan politik yang sehat.

Baca juga :