Ikuti Kami

Pasal Santet Masuk RUU KUHP? Itu Pemikiran Semprul

Harus bisa membedakan apakah santet ini ranah hukum atau keimanan?

Pasal Santet Masuk RUU KUHP? Itu Pemikiran Semprul
Ilustrasi. Santet.

Jakarta, Gesuri.id - Kader PDI Perjuangan yang juga pengamat budaya, Sari Yok Koeswoyo mengatakan jika pasal santet jadi dimasukkan dalam RUU KUHP dan KUHAP itu mencerminkan pemikiran yang gagal dan lumpuh.

Parahnya lagi, lanjutnya, itu akan membawa pada kemunduran yang fatal bagi NKRI yang saat ini dan ke depannya tengah dicita-citakan untuk terus melesat maju. 

Baca: Azwar Anas: Kebudayaan Sebagai Pemersatu

"Ini serius? Negara kita mundur amat? Ada RKUHP dukun santet segala. Otak 'semprul'," ujarnya spontan kepada Gesuri, Selasa (10/9). 

Lebih lanjut, Sari mengatakan negara Indonesia adalah negara hukum dan Undang-undang lah yang menjadi dasar hukum. Lantas, ujarnya, apakah santet bisa dibuktikan secara hukum?

"Santet bagaimana mau pembuktian? Nanti saksinya harus saksi pakar santet, hakim jaksa juga yang pakar santet, kalau gitu bikin hukum ala ala aja," ujarnya.

Terkait itu, Sari mengingatkan perlu seluruh aspek di negara ini harus membedakan apakah santet ini ranah hukum atau keimanan.

Sari juga menyayangkan gagal pahamnya mengenai budaya nusantara ini, dimana menurutnya Indonesia faktanya adalah negara yang punya budaya yang mengakui adanya ghaib. Tapi, ia mempertanyakan mengapa jika ada kegiatan budaya yang mengusung adanya ghaib dibilang syirik. 

"Sedekah laut bumi syirik, tapi santet mau dibilang nyata dan ada hukumnya, kamu syirik dong, kan itu ghaib...," ungkapnya.

Sementara itu, beberapa waktu yang lalu DPR bersama pemerintah dikabarkan tengah menggodok Rancangan RKUHP. Hal itu seiring maraknya iming-iming ilmu hitam atau magis dari seorang dukun, sehingga akhirnya negara memasukkan Pasal Santet untuk mengatur tindak kejahatan tersebut. 

Namun hingga saat ini belum adanya payung hukum soal santet dan perdukunan di Indonesia membuat definisi baru tentang dua hal mistis tersebut di RUU KUHP Pasal 293.

Anggota Komisi III DPR RI Teuku Taufiqulhadi menyebut pasal santet menjelaskan setiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan magis bisa terancam pidana.

"Atau kalau ada yang menyatakan dirinya bisa mempunyai kemampuan tertentu murni membuktikan dari yang dinyatakan itu, bisa juga terjerat pasal tersebut," kata Taufiqulhadi dilansir dari tagar.id, baru-baru ini.

Diketahui aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293. 

Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu:

(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak.

Baca: Sari Koeswoyo Minta Pemerintah Naungi Seni Jalanan

Kategori IV; (2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga.

Di lingkungan tertentu, memang praktik santet sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi untuk membuktikan siapa pelaku atau pun korbannya sulit untuk dibuktikan.

Quote