Ikuti Kami

Prof Rokhmin Jelaskan Gagasan Politik Hijau PDI Perjuangan

Soal daur ulang sampah plastik, kita selama ini terlalu manja & malas untuk act something or think something, padahal kan itu peluang bisnis

Prof Rokhmin Jelaskan Gagasan Politik Hijau PDI Perjuangan
Ketua Bidang Kemaritiman DPP PDI Perjuangan Prof. Rokhmin Dahuri

Jakarta, Gesuri.id – Sudah bukan rahasia umum jika sampah plastik merupakan salah satu ancaman besar bagi lingkungan dan umat manusia saat ini. Di Indonesia, setiap tahunnya menyumbang 5,6 ton sampah plastik yang diproduksi setiap tahunnya. Tidak heran jika kini kita menduduki peringkat ke dua sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia.

Jumlah sampah plastik itu sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir ataupun di lautan. Tentunya semua pihak, baik pemerintah maupuan masyarakat umum harus mulai bertanggung jawab atas persoalan ini.

Kali ini Gesuri.id berkesempatan untuk bertemu dengan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Prof. Rokhmin Dahuri di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (8/8). Akademisi sekaligus ketua DPP PDI Perjuangan bidang Kemaritiman ini pun banyak bercerita tentang tantangan sampah plastik yang kian menumpak dan langkah-langkah apa saja yang harus diambil. Berikut wawancara selengkapnya:

Indonesia saat ini berada di posisi kedua sebagai negara penyumbang sampak plastik di dunia, sebagai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, bagaimana anda melihat fenomena ini?

Jujur saja, saya termasuk orang yang terperangah ya, karena walaupun jumlah penduduk kita terbesar ke empat tetapi dalam hal industrilisasi dan state of development kan kita masih boleh dibilng kita belum terlalu terindustrialisasi ya, tapi masih banyak yang tradisional.

Tetapi penggunaan plastik dan sampahnya itu memang luar biasa dahsyat dan ini terus terang saja sangat mengejutkan. Kenapa? Karena kita tuh belum negara industri, masih agriculture mau ke industri, itu tercermin dari nilai ekspor kita pun masih rendah, neraca perdagangan kita dalam setahun dua tahun terahir ini negatif. Bahwa presiden selalu mencambuk menteri perdagangan menteri perindustrian dan menteri-menteri lainnya itu kan untuk menggenjot ekspor.

Kedua adalah 87 persen penduduk Indonesia itu kan Muslim ya, padahal di hadist ada tertulis bahwa kebersihan itu sebagain dari iman. Saya kira di agama lain pun sama, bahwa kebersihan itu memang sebagian dari iman. Buat saya berarti umat beragama di Indonesia kurang nih menjalankan perintah agamanya. Canda Rochmin sambil tertawa.

Yang perlu ditegaskan lagi, sampah plastik itu berbahaya bukan untuk biota perairan laut tetapi juga untuk umat manusia, khususnya micro dan nano plastic. Itu kan super kecil, itu berbahaya. Kalau sampah plastik besar seperti ini (menunjuk air mineral kemanasan dan plastik gorengan) berbahya juga pada biota laut seperti penyu dan segala macam, tetapi kalau micro dan nano plastik itu masuk ke dalam jaringan tubuh ikan dan organisme laut lain, sehingga kalau nanti dimakan oleh kita itu bisa terdampak juga. Itu kan bahaya, karena kita tahu komposisi kimiawi dr plastik itu banyaknya bahan beracun berbahaya kayak logam berat.

PDI Perjuangan sendiri punya gagasan soal Politik Hijau, melihat fakta-fakta di lapangan soal sampah plastik apa yang kira-kira akan dilakukan kedepannya? Adakah saran sebagai mantan menteri KKP?

Sesungguhnya kalau secara teknis sih mudah. Alam mempunyai kemampuan untuk pemulihan kembali, jadi kalau bahaya pencemaran ini mau selesai yang bebannya dikurangi atau diberhentikan. Makanya saya bilang mudah karena sebenarnya solusinya tinggal dikurangin aja kan! The question is bagaimana cara nguranginnya? Sebenarnya ya mudah juga, karena kan sampah plastik itu banyak juga yang bisa di daur ulang, apalagi kalau tidak salah sudah ada teknologi baru yang sudah teruji yang bisa mengolah sampah plastik menjadi berbagai macam produk.

Tapi kan indurtri recycle seperti itu kan masih kurang, jumlah sampah dan pengolahan tidak sebanding, ada solusi lain?

Nah justru itu, makanya saya katakan secara teknis kan gampang. Kenapa gampang? Karena solusinya sebenarnya tinggal dikurangi, teknologinya juga sudah ada, tapi yang belum ada itu politic in commitment atau komitmen politik, baik dari pemerintah maupaun masyarakat.

Jadi solusinya itu lebih banyak dari tataran policy. Kalau dari statement politik sih pemerintah sudah jago, sudah sakti lah, Melalui Kemenko Maritim, Pak Luhut sudah mencanangkan bahwa kalau nggak salah kita akan mereduksi 25 persen dan seterusnya. 

Jadi policy sudah ada, cuma kalau lihat dari actionnya yang belum nyambung, dan itu kan kelakukan kita sebagai bangsa sejak jaman Pak Harto juga sudah gitu. Kalau kebijakan sih udah bagus-bagus. Tapi begitu masuk ketataran implementasi lalu ada kesenjangan antara yang diucapkan sama kenyataan. Sehingga dengan demikian mengimplementasikan policy yang sudah ada. Policynya udah on the track. 

Bagaimana cara menjalankan policy yang ada? Beberapa waktu lalu kan sudah ada aturan untuk membayar kantong plastik ketika berbelanja di toko-toko, tapi itu juga tidak dilanjutkan kembali

Jadi gini, sebenarnya ya semua menteri-menteri yang ada itu sudah bagus. Menteri LHK sudah bagus punya ide seperti itu. Harusnya memang kita seperti itu, seperti negara-negara maju seperti Skandinavia. Kalau perlu dilarang penggunaan kantong belanja di swalayan, harusnya disediakan tote bag atau tas belanja dari kain. Kenapa Indonesia nggak coba melakukan itu, padahal kan bisa.

Memang harus dimulai dari kesadaran individu, mungkin setelah itu baru baru bisa massif. Jadi solusinya betul (kantung plastik berbayar). Kalau rumus besarnya seperti tadi yang saya katakan, dikurangi. Caranya bagaima? Ya berlaku think globally act locally. Jadi harusnya mulai dari rumah tangga dipisah sampahnya, sampai ke policy yang besar.

Apa sih kendala kita, kenapa belum mampu untuk mendaur ulang sampah plastik, padahal kan itu bisa menjadi salah satu pemasukan negara?

Ya harus kita akui, itu merupakan salah satu kelemahan dari kita. Kita selama ini terlalu manja dan malas untuk act something or think something, padahal kan itu peluang bisnis. Padahal esensi dan maksud dari revolusi mental kan itu.

Saya rasa pemerintah dan LSM juga harus bisa bekerja sama, jangan hanya LSM bikin petisi dan melarang ataupun sebaliknya ya dengan pemerintah, tapi tidak ada solusinya, kan lebih baik bekerjsama saja. Karena semua negara maju dan negara yang mau maju tuh hal-hal kecil saja pasti dikerjakan. 

Berarti kita, baik itu masyarakat dan pemerintah yang masih kurang untuk merealisasikan tahapan-tahapan dari platform yang ada?

Exactly. Kita kan sudah punya programnya, tapi kenapa masih susah sekali kita semua ini mengerjakannya? Kalau ada Campaign paling tahan hanya beberapa bulan setelah itu lupa lagi. Kalau begitu gimana dong? Saya gantian deh minta pendapat sama kamu. ha ha ha.. Dulu waktu saya jadi menteri juga sering kesel gitu, bingung gimana cara merubah mental orang itu.

Jadi kalau menurut saya memang perlu ada program pemerintah, tapi tidak “hangat-hangat tai ayam”, itu harus terus dijalankan meskipun ganti presiden atau ganti menteri dan tentunya harus bersinergi dengan masyarakat.

Penting juga kita membangun public awareness kepada masyarakat, kepada semua pihak, contohnya di Jepang, ada atau tidak ada tsunami di setiap program tv setiap hari itu ada sosialisasi. Ini sih yang menurut saya harus dibangkitkan, jangan sampai seperti kata Ibu Megawati Soekarnoputri, kita ini seperti sedang poco-poco, maju satu langkah lalu mundur lagi.

Untuk soal teknis untuk memerangi sampah plastik sih gampang, tetapi pada tataran implementasnya itu harus ada komitmen, bukan hanya keinginan. Kalau ingin saja tanpa ada komitmen yang sama saja.

Lalu kalau masalah lingkungan itu sebenarnya akar masalahnya ada tiga. Pertama, ketidaksadaran orang akan bahaya plastik, jadi memang kita perlu sekali membangun public awareness. Kedua, nggak ada alternatif, seperti menyediakan tempar sampah yang dipisah. Lalu ada ketiga baru punishment supaya ada efek jera. 

Tapi di tempat-tempat umum saja yang tempat sampahnya sudah dibedakan masih saja tidak maksimal?

Itu karena progrom satu soal public awareness tidak dilakukan.

Sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan kan punya politik hijau, apakah sudah ada sosialisasi soal penggunaan plastik dan bahaya sampah plastik?

Nah ini, kalau kita menilik ke negara-negara maju, yang namanya partai politik itu adalah pilar utama demokrasi, sehingga harusnya parpol punya konsen. Karena kita punya tanggung jawab juga nih untuk menggunakan kekuasaan untuk kebajikan dan kebaikan bangsa. Jadi ya tentunya kami sudah akan memulainya dari tataran kader 

Ada banyak lautan di Indonesia yang terkena dampak paling besar soal sampah plasrtik, bapak sendiri pernah dengar atau tahu ada langkah pembersihan laut dari sampah plastik?

Dulu waktu saya masih jadi menteri ada program yang namanya Beach clean up jadi pemersihan pesisir dan pantai. Kalau yang sekarang kurang tahu saya, harusnya sih dilanjutkan. Karena kan yang namanya mengatasi masalah kan ada yang sifatnya kuratif yang artinya pencegahan dan penindakan.

Quote