Ikuti Kami

Tahun Baru Hijriah, Basarah Minta Masyarakat Petik Hikmah 

Ahmad Basarah meminta umat Islam di Indonesia untuk memetik hikmah terkait dengan tahun hijriah.

Tahun Baru Hijriah, Basarah Minta Masyarakat Petik Hikmah 
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah meminta umat Islam di Indonesia untuk memetik hikmah terkait dengan tahun hijriah.

Penanggalan hijriah bukan diambil dari hari kelahiran Nabi Muhammad saw., melainkan diambil dari peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah, kata Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (11/9).

Baca: Kader Demokrat Diberi Dispensasi, Basarah: Pilihan Realistis

Peristiwa historis itulah yang menjadi titik balik kemenangan, perkembangan, dan penyebaran Islam. Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia harus mewarisi api hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah.

Di Madinah inilah Nabi Besar Muhammmad saw. melakukan konsolidasi serta menggalang persatuan dan kesatuan. Di kota inilah Nabi Muhammad leluasa berdakwah sehingga jumlah pemeluk beragama Islam makin banyak, kemudian kembali ke Mekah, lalu melakukan penaklukan (Fatkhul Mekah) dengan damai.

Selama di Madinah, kata inisiator pembentukan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu, Nabi Muhammad tidak hanya menyebarkan Islam dengan damai, tetapi memulai kehidupan bernegara.

"Penduduk Madinah adalah masyarakat plural. Komposisi penduduknya bukan hanya kaum muhajirin dan ansar, melainkan ada juga kaum Yahudi dan suku-suku Arab yang lain," katanya pada peringatan Tahun Baru 1440 Hijriah.

Baca: Lebih Akrab dengan Sang Doktor Pancasila Ahmad Basarah

Masyarakat majemuk tersebut diikat dalam perjanjian yang disebut dengan Mitsaqul Madinah (Perjanjian Madinah). Semua komponen masyarakat memiliki kewajiban saling bahu-membahu dan membantu serta menjaga Kota Madinah dari serangan musuh.

"Hal penting yang menjadi catatan adalah bahwa Piagam Madinah sama sekali tidak menyebut dasar negara," kata Basarah.

Toleransi yang dibangun, lanjut dia, adalah toleransi bernegara. Sebagai satu kelompok, kaum Yahudi Bani Auf, Yahudi Bani Najar, Yahudi Bani Sa'idah, Yahudi Bani Aus, dan Yahudi Bani Jusyam hidup berdampingan dengan kaum muslimin. Kedua belah pihak memiliki agama masing-masing dan umat Islam memegang prinsip akidahnya.

Masih kata Basarah, dalam konteks keindonesiaan, toleransi kehidupan bernegara memang harus terus dirawat dan dijaga. Terlebih dalam faktanya, komposisi masyarakat Indonesia amat majemuk dari aspek suku, agama, ras, dan lain sebagainya.

Basarah juga menegaskan bahwa wajah Islam di Tanah Air adalah wajah Islam yang ramah dan simpatik. Berbeda dengan wajah Islam yang ditunjukan oleh beberapa kelompok di negara Islam lainnya.

"Wajah Islam Indonesia adalah wajah Islam moderat (washatiyah). Kita bisa lihat, semua hidup aman dan rukun," katanya.

Ia lantas membandingkan Indonesia dengan Afganistan yang luasnya 0,6 juta kilometer persegi dengan jumlah penduduk adalah 35 juta jiwa, terdiri atas 14 suku bangsa dan 30 bahasa.

Baca: Basarah: Jokowi Bangun Infrastruktur untuk Generasi Milenial

Sementara itu, Indonesia luas daratannya adalah 1,9 juta kilometer persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 260 juta jiwa, terdiri atas 1.300 suku bangsa dan 740 bahasa.

"Afghanistan dirundung perang dan konflik berkepanjangan, sedangkan Indonesia tidak. Inilah wajah Islam damai Indonesia yang dipersatukan dan diikat oleh Pancasila. Tugas kita semua adalah merawat dan menjaga spirit kebinekaan tersebut," demikian penjelasan Basarah yang juga Pimpinan Lazis Nahdlatul Ulama PBNU.

Quote