Ikuti Kami

Berantas Korupsi di Jabar, Anton Gagas Molotot.com 

"Bekerjalah dengan jujur. Jangan serakah, jangan korupsi kalau tidak ingin celaka".

Berantas Korupsi di Jabar, Anton Gagas Molotot.com 
Dewan Pembina Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi RI Jawa Barat (GNPK RI Jabar) Anton Charliyan. (Foto: Istimewa)

Tasikmalaya, Gesuri.id - Dewan Pembina Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi RI Jawa Barat (GNPK RI Jabar) Anton Charliyan mengungkapkan bahwa dirinya memiliki program Molotot.com untuk mencegah dan memberantas korupsi di Jawa Barat.

Mantan Kapolda Jabar  ini menyampaikan bahwa tindak pidana korupsi dipicu oleh mental materialistis. Padahal dalam Prasasti Kawali, tercantum amanat Prabu Wastu Kencana Raja Galuh 1378 M yang mengingatkan tentang bahaya korupsi.

Baca: PDI Perjuangan Sukses Menangkan 4 Pilkada di Sumbar

"Dalam amanat itu, tercantum kalimat 'Pake Gawe Kerta Bener Ulah Botoh Bisi Kokoro', yang artinya bekerjalah dengan jujur. Jangan serakah, jangan korupsi kalau tidak ingin celaka," ungkap Anton.

Anton melanjutkan,  ada dua hal  pokok penyebab korupsi. Yang pertama akhlak, dan yang kedua administratif.

Sehingga setelah dua permasalahan ini bisa diselesaikan, Anton yakin dalam membangun good and clean government akan berhasil.

"Oleh karena itu cara mengatasi dua hal tentang korupsi dalam konteks pembenahan akhlak yakni dengan memberikan reward and punishment. Apabila baik kita berikan penghargaan, apabila buruk maka kita copot atau proses. Kemudian untuk administratif kita berikan pendampingan dan pengawasan, disinilah program molotot.com digunakan sebagai sosio kontrol terhadap kinerja pemerintah sehingga setiap SKPD berdaya guna," papar Anton. 

Anton menyatakan, maraknya praktik KKN, integritas aparatur yang masih bermaslah, pelayanan publik yang tidak berkualitas dan transparan, kurang inovatif serta sistem dan budaya kerja yang belum terbangun menjadi potret masalah birokrasi di Indonesia. 

“Kadang sifat manusia itu kadarkum, kadang sadar kadang kumat. Oleh karena itu dengan program Molotot.com kita bisa mengupayakan pencegahan sekaligus pemberantasan korupsi," cetusnya

Sejak era reformasi, lanjut mantan Kadiv Humas Polri itu, kondisi birokrasi di Indonesia memang masih belum bisa dikatakan berada pada posisi yang baik. Sebab, mentalitas birokrat masih belum menunjukkan kepedulian terhadap  tuntutan masyarakat akan pelayanan yang baik.

"Banyak birokrat yang menjadi arogan dan seolah apatis dengan menganggap bahwa rakyatlah yang membutuhkan seorang birokrat. Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga tidak bisa dipungkiri kerap terjadi di instansi pemerintah," ungkap Anton. 

Baca: Sekjen Hasto: Petahana Menang atau Kalah Kembali Bekerja

Selaku Pembina GNPK RI Jawa Barat, Anton berkeinginan untuk membangun komitmen dan konsistensi pemerintah guna mewujudkan birokrasi yang bersih, akuntabel, dan profesional.

Anton mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk mewujudkan good and clean government yang diharapkan melalui percepatan implementasi reformasi birokrasi.

"Dengan demikian, pemerintah melakukan penataan kembali terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah, di mana birokrasi akan menjadi tulang punggung perubahan," ujar Anton. 

"Dalam lembaran Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia, disebutkan bahwa visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Untuk mewujudkan visi tersebut, artinya pemerintah harus memiliki birokrasi yang profesional dan berintegritas dan mampu hadir lebih dekat kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan prima,” tambahnya. 

Pemerintah pun, lanjut Anton, telah menyusun strategi reformasi birokrasi nasional untuk mencapai tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatknya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, serta meningkatnya kualitas pelayanan publik.

Pemerintah tampaknya menyadari betul bahwa reformasi birokrasi di Indonesia berjalan sangat lambat akibat pola pikir dan perilaku birokrat yang belum berkomitmen untuk berubah.

"Oleh karenanya, tepat jika Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan semangat perubahan melalui Revolusi Mental.  Revolusi mental memang dirasa perlu dilakukan untuk mengubah mindset dan culture set aparatur yang selama ini seolah berperilaku layaknya priyayi," tutur Anton.

“Revolusi mental menekankan tiga aspek penting yang harus ditanamkan, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Ketiga hal tersebut yang kemudian harus diaplikasikan oleh birokrat dalam rangka percepatan reformasi birokrasi.” pungkasnya.

Quote