Ikuti Kami

Daryatmo Usulkan Hal Ini Agar Petani Bawang Merah Tak Merugi

Petani di Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, didorong untuk mengolah bawang merah menjadi bawang goreng sebagai produk khas.

Daryatmo Usulkan Hal Ini Agar Petani Bawang Merah Tak Merugi
Anggota Komisi VII DPR RI Daryatmo Mardiyanto.

Demak, Gesuri.id - Petani di Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, didorong untuk mengolah bawang merah menjadi bawang goreng sebagai produk khas Demak saat harga turun, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan petani setempat.

"Selama ini, petani bawang merah sering mengeluh karena harga jual di pasaran sering tidak stabil, sehingga ketika harganya rendah petani mengalami kerugian," kata Anggota Komisi VII DPR RI Daryatmo Mardiyanto saat menghadiri Diseminasi Teknologi Penerapan Teknologi Pascapanen Bawang Merah untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian di Balai Desa Rejosari, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Minggu (25/11).

Baca: Maksimalkan Sektor Pertanian, Badung Belajar dari Boyolali

Pada kegiatan tersebut, hadir pula perwakilan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Demak, akademisi Unnes Semarang dan puluhan petani bawang merah di wilayah setempat.

Untuk meningkatkan nilai jual bawang merah, kata dia, sudah ada solusinya, yakni diolah menjadi bawang goreng kemasan.

Guna meningkatkan nilai tambah komoditas bawang merah yang dihasilkan petani di Demak, maka diciptakanlah teknologi pascapanen.

"Setelah mengetahui bahwa Kabupaten Demak juga menjadi penghasil bawang merah, kami mendorong Kemenristekdikti memberdayakan petani bawang merah dengan sentuhan teknologi pascapanen," ujarnya. 

Nantinya, lanjut dia, petani tidak hanya menjual secara langsung hasil panennya, melainkan bisa diolah menjadi produk lain yang bisa memberi nilai tambah, seperti diolah menjadi bawang merah goreng.

Teknologi pascapanen yang dihasilkan, yakni dalam bentuk alat untuk pengiris bawang merah, peniris bawang merah setelah digoreng serta alat penggoreng.

"Kami optimistis, ketika usaha tersebut berjalan dengan baik, maka petani bawang merah di Kabupaten Demak akan semakin sejahtera karena tidak perlu khawatir dengan fluktuasi harga jual bawang merah di pasaran," ujarnya.

Setidaknya, kata dia, ketika harga jualnya jatuh ada alternatif untuk meningkatkan nilai tambahnya dengan mengolahnya menjadi produk bawang goreng.

Lewat sentuhan teknologi pascapanen, Daryatmo ingin bawang merah asal Demak memiliki nilai tambah dan sekaligus mampu bersaing dengan produk serupa asal daerah lain, karena potensi bawang merah asal Demak tidak kalah dengan Brebes.

"Jangan sampai seperti cerita telur mata sapi. Yang bertelur ayam, tetapi yang mendapat nama justru sapi. Informasinya bawang merah Demak banyak yang disetor ke Brebes. Tetapi diakui bawang merah Brebes," ujar politisi PDI Perjuangan dari Dapil II Jateng (Demak, Kudus dan Jepara).

Perwakilan Kemenristekdikti, Robby Prayuda, mengatakan pihaknya berkomitmen menerapkan hasil riset lembaga perguruan tinggi untuk pemberdayaan masyarakat. Upaya itu juga terbukti efektif untuk mengangkat potensi unggulan yang ada di daerahnya. Ia mencontohkan seperti yang diterapkan di Palu, Sulawesi Tengah dan hasilnya menggiurkan. Misal, bawang merah goreng seberat 300 gram bisa dibanderol dengan harga Rp25 ribu sehingga lebih mahal dibandingkan dengan harga bawang merah yang belum diolah.

"Teknologi harus dimanfaatkan karena mampu menambah nilai tambah dan daya saing," ujarnya.

Baca: Pacu Produktivitas Pertanian, Perlu Dukungan Alsintan

Perwakilan Dinas Pertanian Demak Suwandi mengapresiasi upaya Komisi VII DPR RI dan Kemenristekdikti, mengingat komoditas bawang merah cenderung tidak stabil. Ia mencontohkan pengalaman tahun lalu harganya sempat anjlok dan hanya dihargai Rp4.000 per kilogram, sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan petani bisa mencapai Rp9.000 hingga Rp10.000/kg.

"Bawang merah itu komoditas penting, namun tidak terlalu dianggap. Padahal kalau harganya tidak stabil bisa memicu inflasi. Penerapan teknologi pascapanen ini semoga menjadi solusi permasalahan yang dialami petani di sini," ujarnya.

Sentra produksi bawang merah di Kecamatan Mijen tersebar di Desa Ngegot dan Rejosari, sedangkan luaan di Kecamatan Mijen mencapai 1.400 hektare.

"Kami berharap petani tidak hanya dibantu penerapan teknologi pascapanen, melainkan dibantu pemasaran produk olahan bawang merah," ujarnya.

Quote