Ikuti Kami

Jaga Stok Produksi Pangan Mampu Stabilkan Harga dan Inflasi

Dua tahun berturut-turut harga pangan stabil saat Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.

Jaga Stok Produksi Pangan Mampu Stabilkan Harga dan Inflasi
Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengatakan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) menjaga pasokan produksi terbukti mampu menstabilkan harga pangan dan inflasi di masyarakat. 

Baca: Stop Impor Beras, Kembali ke Ekonomi Berdikari

Hal itu, menurutnya, bisa dilihat dari survei BPS yang mencatat inflasi bahan pangan di tahun 2017 hanya 1,26 persen, turun drastis hingga 9,31 poin dari tahun 2014 sebesar 10,57 persen.

"Kalau kita cek harga bahan pangan saat ini memang relative stabil karena pemerintah saat ini selain menggenjot produksi, juga fokus bagaimana menjaga stabilitas harga di pasaran. Hasilnya bisa bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tadi yang menyebutkan bahwa inflasi bisa dikendalikan," kata Ono, Selasa (11/12).

Ono mengutip data BPS inflasi bahan makanan 2017 sebesar 1,26 persen, turun 88.9 persen dibandingkan 2013 sebesar 11,35 persen. Yang menggembirakan dua tahun berturut turut harga pangan stabil saat Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.

Hal ini, menurutnya, tidak lepas dari kerja keras Kementerian Pertanian (Kementan) untuk pastikan pasokan pangan dari petani bisa sampai ke pasaran dengan harga terjangkau. Ini tentunya bermanfaat bagi konsumen dan petani sebab disparitas harga tidak lagi terlalu mencolok. Konsumen menikmati harga lebih murah. Begitu juga petani memperoleh harga jual yang lebih tinggi.

Pada tahun 2018 nilai PDB sektor pertanian diperkirakan juga akan meningkat menjadi 1463,9 triliun. Tren baik pertumbuhan sektor pertanian ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II-2018. Pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri yang memberikan pada pertumbuhan ekonomi nasional, ujar Syukur.

BPS merilis Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan tahun sebelumnya meningkat sebesar 4,21 persen quarter-to-quarter (q-to-q). Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,93 persen.

Menurut Syukur perlahan telah menunjukkan hasil dengan baiknya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolok ukur daya beli petani. NTP tahun 2018 (Januari s.d. September) mencapai 102,25 atau naik 0,27 persen dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98 persen.

Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.

Baca: Ono Surono: Impor Beras dan Garam Berimbas Pada Petani

Disamping peningkatan NTP dan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan, yang merupakan basis pertanian, juga menurun. Pada Maret 2015 penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).

Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa). Kemiskinan keseluruhan secara nasional bahkan ditekan menjadi satu digit menjadi 9,82%, terendah dalam sejarah, jelasnya.

Quote