Surabaya, Gesuri.id - Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari mengkritik keras pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
Menurut Agatha, yang perlu dievaluasi adalah, pertama, tentang perbandingan sebaran SMA/SMK dan sebaran kepadatan populasi penduduk yang tidak seimbang.
Baca: Pemprov Jateng Modifikasi Aturan PPDB 2019
Sebagai contoh di Kota Surabaya, Kecamatan Genteng yang memiliki empat SMA dan Kecamatan Gunung Anyar yang sama sekali tidak ada SMA di sana. Bila diterapkan zonasi murni, akan menimpulkan perlakuan yang tidak setara yang ujungnya adalah adanya ketidak adilan bagi para siswa khususnya yang tinggal di pinggiran perkotaan.
Kedua, secara drastis berubahnya sistem PPDB dari sistem nilai (prestasi) menjadi sistem zonasi (domisili) membuat siswa-siswa yang telah belajar serius dan mendapat nilai bagus menjadi seperti tidak bermakna.
“Saya paham bahwa ada keinginan untuk pemerataan agar sekolah unggulan juga dapat dinikmati oleh siswa yang bertempat tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Tetapi, perlu ditemukan sebuah sistem yang juga tidak meminggirkan hak siswa yang berprestasi,” ungkap Agatha.
Pada spektrum luas, ini bukan hanya tentang masa depan siswa semata, tetapi juga untuk masa depan negara, di mana peran negara untuk menghadirkan lembaga pendidikan berkualitas perlu terus dikuatkan.
Oleh karena itu, lanjut dia, penting ditemukan sistem PPDB yang pasti dapat menjadi pegangan dan tidak berubah-ubah tiap tahunnya.
“Sekali lagi PPDB bukan ajang coba-coba sistem. Saya berharap pemerintah pusat memberi arahan jelas bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk bersama melakukan perbaikan sistem PPDB. Saya bisa menyebut Sistem PPDB 2019 ini tidak adil dan harus dievaluasi total,” paparnya.
Baca: PPDB 2019, Ganjar Usulkan Hal Ini ke Kemendikbud
DPRD Jatim mendesak dihapuskannya sistem zonasi PPDB 2019.
Kementerian Pendidikan harus melakukan kajian dalam setiap kebijakannya agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya seperti tahun ini.