Ikuti Kami

Abdy Ungkap Dampak Geopolitik Terbentuknya Negara Pancasila

"Beragam pemikiran mulai dari negara atas dasar teori individu (liberal), negara atas dasar teori kelas/ golongan atau negara".

Abdy Ungkap Dampak Geopolitik Terbentuknya Negara Pancasila
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar), Abdy Yuhana, berhasil menyelesaikan sebuah buku berjudul "Kedaulatan Rakyat Menurut Sistem Ketatanegaraan Indonesia".

Bandung, Gesuri.id - Di sela-sela kesibukannya sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar), Abdy Yuhana, berhasil menyelesaikan sebuah buku berjudul "Kedaulatan Rakyat Menurut Sistem Ketatanegaraan Indonesia".

Dalam buku setebal 301 halaman ini, Abdy secara gamblang menuliskan bahwa secara historis perumusan dan pembentukan UUD 1945 oleh BPUPKI yang diwarnai perdebatan panjang oleh para pendiri bangsa, terutama tentang staatside  yang akan diterapkan oleh Indonesia pada saat setelah merdeka.

Baca: DisneySea Ancol, Gembong Ingatkan Status Lahan & Reklamasi

"Beragam pemikiran mulai dari negara atas dasar teori individu (liberal), negara atas dasar teori kelas/ golongan atau negara berdasarkan teori integralistik muncul.  Meskipun pada akhirnya disepakati sebagai Negara Pancasila," kata politisi PDI Perjuangan ini, Kamis (18/2).

Dalam bukunya tersebut,  Abdy menuturkan negara Pancasila berhasil dirumuskan karena melihat fakta Geografi politik (Geopolitik) Indonesia, yaitu   negara kepulauan , beraneka ragam suku bangsa, bahasa, agama dan kekayaan alam yang melimpah. Belum lagi posisi strategis di antara dua samudra Pasifik dan samudra Hindia

Sehingga, imbuhnya, rumusan UUD 1945 salah satu faktor pertimbangannya adalah Geopolitik Indonesia. Sebab para pendiri bangsa meyakini cara berjuang Indonesia berbeda dengan negara lain seperti Amerika Serikat, RRC, Perancis dan negara lainnya.

Karenanya Indonesia tidak bisa menerapkan sistem ketatanegaraan yang sama dengan negara-negara tersebut.

"Bahkan Bung Karno mengatakan jika suatu bangsa mengabaikan geopolitik nya akan menjadi Een natie van koelies, en een koelie onder de naties. Bangsa kuli di antara bangsa-bangsa," papar anggota Komisi III DPRD Jabar ini.

Ia menambahkan, dalam pelaksanaannya, kedaulatan rakyat dilakukan oleh MPR yang merepresentasikan semua kekuatan bangsa yaitu dari Parpol (DPR), utusan daerah dan utusan golongan.

Karena, lembaga perwakilan rakyat adalah sebuah keniscayaan bagi negara yang berkedaulatan rakyat (demokrasi).

Namun setelah perubahan pasal yang berkaitan dengan kedaulatan rakyat diubah, tidak jelas lagi dimana letak kedaulatannya.

"Dalam pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 tertulis 'kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD', sementara UUD bukan subjek hukum, tidak bisa melakukan tindakan hukum," bebernya.

Menurut Abdy, hal lain yang menjadi perhatian khusus adalah GBHN harus dikembalikan karena sesuai dengan geopolitik Indonesia. Sebab pembangunan negara harus terarah dan berkelanjutan.

Baca: Nyoman Parta: Revisi UU ITE Landaskan Semangat Demokrasi

"Sangat disayangkan jika kekayaan alam di Indonesia tidak dikelola dan dibangun dengan baik karena sistem politik yang liberal dan 'diskontinuitas'," ungkap Abdy yang juga aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung ini.

Buku terbitan Fokus Media ini merupakan buku kedua yang ditulis oleh Abdy, setelah buku "Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945". 

"Saya berharap buku ini dapat menambah khazanah pemikiran dalam berbangsa dan bernegara, serta berkontribusi bagi perbaikan sistem ketatanegaraan kedepan," tandasnya.

Quote