Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, meminta agar pengerjaan konstruksi bangunan, khususnya dalam proses pengecoran di pondok pesantren (ponpes) harus melibatkan tenaga profesional.
Hal ini merespons tradisi santri ikut terlibat dalam proses pembangunan di ponpes, termasuk melakukan pengecoran.
Hal itu mencuat terutama usai tragedi ambruknya sebuah bangunan musala di Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca: Ganjar Tegaskan Pemuda Harus Benar-benar Siap
Menurut Abidin, pelibatan tenaga profesional sangat dibutuhkan demi menjamin keselamatan dan kualitas bangunan.
"Sebaiknya untuk pengerjaan bangunan dikerjakan dengan aturan kaidah konstruksi dan strukur bangunan yang benar termasuk pengecoran harus memenuhi standar teknis," kata Abidin kepada Tribunnews.com, Jumat (10/10).
Politikus PDI Perjuangan ini menekankan bahwa pembangunan bertingkat harus memiliki keahlian khusus.
"Membangun bangunan bertingkat harus mempunyai keahlian khusus tidak bisa dikerjaan sembarangan, apalagi melibatkan santri yang belum tentu cakap dan memiliki keahlian di bidang bangunan," ujar Abidin.
Oleh karena itu, Abidin mendorong agar yayasan atau pengelola ponpes berkonsultasi dengan tenaga profesional sebelum memulai proyek pembangunan.
Ia mencontohkan layanan konsultasi konstruksi gratis yang tersedia di sejumlah daerah, seperti di Jawa Timur melalui Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Baca: Ganjar Dukung Gubernur Luthfi Hidupkan Jogo Tonggo
Tradisi Pengecoran Ponpes
Istilah "Tradisi Pengecoran" mengemuka di tengah musibah ambruknya bangunan tiga lantai Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.
Tradisi itu disebut merupakan bentuk hukuman bagi santri yang melakukan pelanggaran.
Namun beberapa santri mengungkapkan, mereka hanya diminta membantu tukang, bukan melakukan pengecoran sendiri.
Sejumlah alumni membantah bahwa santri dihukum dengan mengecor.

















































































