Ikuti Kami

Andang Minta Keberpihakan Pemprov ke Masyarakat Pesisir

“Masyarakat di wilayah pesisir notabene-nya bekerja sebagai nelayan kecil, menangkap ikan one day fishing”.

Andang Minta Keberpihakan Pemprov ke Masyarakat Pesisir
Anggota DPRD Jawa Tengah, Andang Wahyu Triyanto.

Jateng, Gesuri.id - Pemerintah pada 2022 memiliki rencana penanggulangan kemiskinan ekstrem di 212 Kabupaten/Kota, dimana 147 Kabupaten/Kota diantaranya merupakan wilayah pesisir. Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Jawa Tengah, Andang Wahyu Triyanto berharap ada perhatian khusus dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ke wilayah pesisir sehingga sejalan dengan rencana kerja pemerintah pusat.

Baca: Anies Matikan Normalisasi & Naturalisasi Sungai di Jakarta  

“Masyarakat di wilayah pesisir notabene-nya bekerja sebagai nelayan kecil, menangkap ikan one day fishing,” terang Andang. 

Meski demikian, Andang menilai bahwa nelayan kecil memiliki peranan yang besar. Oleh karena itu perlu ada keberpihakan yang nyata, terlebih undang-undang nomor 7 Tahun 2016 mengamanatkan tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

“Nelayan kecil memiliki peranan yang besar, 80% produksi hasil tangkapan nelayan kecil untuk pemenuhan konsumsi domestik. Kemudian, lebih dari 96% nelayan Indonesia adalah nelayan kecil, hal ini menjadi peluang yang besar sekaligus tantangan untuk memperkuat usaha perikanan tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri dan berkelanjutan,” pungkas Andang yang merupakan Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah. 

Sambung Andang, jumlah nelayan kecil yang besar ini, harus didukung konektivitas infrastruktur, pelayanan publik maupun konektivitas data agar skala ekonomi nelayan kecil ini menjadi besar. Peran pengorganisasian nelayan sangat penting, agar hasil produksi nelayan kecil dapat bernilai besar. 

"Dengan adanya konektivitas data baik melalui OSS maupun KUSUKA, kebijakan perlindungan dan pemberdayaan usaha perikanan dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan," jelas Andang. 

Lebih jauh, Kedepan pemerintah harus memastikan nelayan kecil ini memiliki badan usaha, sehingga yang sejahtera bukan hanya orang perorang tetapi nelayan kecil keseluruhan. 

“Nelayan yang memiliki badan usaha akan terkoneksi secara ekonomi, sehingga akan lebih terbuka peluang usahanya. Komisi B DPRD Jawa Tengah sendiri, untuk mendukung hal ini pada tahun 2022 mencanangkan terbentuknya raperda tentang Tata kelola dan pemasaran  eksport produk pertanian peternakan perikanan dan UMKM Jateng. Harapannya tentu agar nelayan kecil memiliki usaha skala besar, sehinga kesejahteraan tercapai dan angka kemiskinan di pesisir menurun,“ terang Andang yang juga merupakan Ketua KADIN Jepara. 

Lanjut Andang, Peran lain dari Nelayan kecil tergambarkan oleh data Kementerian Kelautan Perikanan yang mencatat bahwa 70 Persen Tangkapan Ikan Tuna Indonesia dari nelayan kecil, dimana menggunakan alat penangkapan ikan yang sederhana dan ramah lingkungan. Hal ini tentu diluar perikiraan kebanyakan orang yang notabenya mengira bahwa ikan besar ditangkap oleh kapal-kapal besar dan berteknologi tinggi, namun nyatanya hal ini justru dilakukan oleh nelayan kecil. 

“Data-data yang mencul dari masyarakat atau organisasi nelayan menggambarkan bahwa nelayan kecil terbilang taat dalam melaporkan hasil tangkapannya. Meski demikian, di Jawa Tengah yang secara keseluruhan memiliki 171.064 nelayan dan 27.845 kapal, masih menyisakan catatan-catatan salah satunya soal pelayanan kenelayanan dan pengelolaan potensi perikanan yang belum optimal,“ jelas Andang. 

Belum optimalnya pelayanan dan pengelolaan potensi disebabkan oleh masih banyaknya Pelabuhan Perikanan yang belum beroperasi, dari rencana 57 titik pelabuhan perikanan di Jawa Tengah, kurang lebih baru 11 pelabuhan perikanan yang sudah resmi beroperasi. Pelabuhan Perikanan sendiri memiliki 4 tipe yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

“11 Pelabuhan Perikanan  sudah resmi beroperasi, sedang 46 pelabuhan perikanan lainnya beroperasi tapi belum ada kejelasan status Pelabuhan Perikanannya. Bahkan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tambak Lorok sudah lama tidak berfungsi, hal ini yang membuat data hasil produksi sektor kelautan dan perikanan di Jawa Tengah cenderung lebih rendah dari potensi sesungguhnya,” terang Andang. 

Persoalan data ini sangat penting sebagai landasan kebijakan, berangkat dari hal tersebut Andang berharap ada perhatian khusus. 

"Semua berawal dari data, sehingga apabila data tersebut akurat maka akan menghadirkan kebijakan yang lebih presisi. Terlebih jika ingin mengkonektivitaskan nelayan dan hasil produksinya dengan pasar, tentu perlu data yang sangat akurat sehingga program-program kebijakan akan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat guna," jelas Andang. 

Kemudian, Andang menilai hadirnya pelabuhan-perlabuhan perikanan menjadikan nelayan lebih terorganisir, memudahkan pendataan Kartu Nelayan Jawa Tengah, mendekatkan pelayanan-pelayanan kenelayanan mulai dari mengakses Surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP), rekomendasi pembelian BBM Bersubsidi, serta pas kecil dengan koordinasi bersama KSOP. 

“Pembangunan prioritas di sektor perikanan kelautan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap menurunan angka kemiskinan di Wilayah Pesisir Jawa Tengah. Maka dari itu, infrastruktur pelabuhan perikanan perlu dihadirkan untuk nelayan kecil. Dimana di Pelabuhan perikanan tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang usaha nelayan kecil,” pungkas Andang. 

Baca: Hasto: Meski Gagal di Final AFF, Ada Harapan Untuk Timnas

Selain itu, pembangunan di sektor perikanan kelautan ini juga Andang harapkan sebagai upaya pencegahan menurunnya  jumlah nelayan dan angka sumber penghasilan utama penduduk desa tepi laut. 

Berdasarkan data dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) jumlah nelayan mengalami penurunan, dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018. Perubahan lainnya yaitu soal sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut di Indonesia. Tahun 2014 penghasilan utama 90,42 persen desa tepi laut adalah subsektor pertanian termasuk perikanan, namun pada 2018 berkurang menjadi 89,38 persen.

"Penurunan angka yang disampaikan oleh KNTI tersebut, jangan sampai terjadi ataupun mungkin sudah terjadi di Jawa Tengah. Sehingga kedepan perlu langkah kongkrit, program yang komprehensif serta ocean leadership yang mana menitikberatkan pembangunannya kepada sektor perikanan kelautan," tutup Andang.

Quote