Ikuti Kami

Arif Desak Sofyan Djalil Lebih Berani dalam Bertindak

Penguasaan sumber-sumber agraria tidak lagi kepada rakyat dan negara, melainkan kepada kepentingan pemodal. 

Arif Desak Sofyan Djalil Lebih Berani dalam Bertindak
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengingatkan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menyisir aturan yang merugikan.

Arif meniilai bangsa Indonesia  hidup dalam negara yang berlandaskan konstitusi, yang merubah keadaan dari yang bersifat liberal kapitalistis yaitu mengabdi kepada kepentingan kolonial, menjadi kepada kepentingan nasional. 

Baca: Kementerian ATR/BPN Diminta Selesaikan Reformasi Agraria

“Harus ada keberanian dari Menteri Agraria dan jajaran untuk mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara bahwa selama ini, sejak UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, kita telah dibajak oleh kepentingan asing (kolonial). Yakni kepentingan yang mengembalikan pada tatanan lama yaitu feodal elitis,” tandas Arif saat Rapat Kerja (Raker) Komisi II dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil di Gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Akibatnya, sambung Arif, penguasaan sumber-sumber agraria tidak lagi kepada rakyat dan negara, melainkan kepada kepentingan pemodal. 

“Oleh karenanya saya meminta agar diinventarisir undang-undang sektoral apa yang seharusnya direvisi yang terkait dengan keagrariaan. Jangan lagi bicara tumpang tindih (peraturan), sebab tumpang tindih tersebut terjadi karena ketidaksesuaian kepentingan masing-masing undang-undang,” ucap politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Terkait masalah konflik dan sengketa tanah, Arif mengatakan, walaupun sampai terjadi kiamat tujuh kali pun, masalah konflik dan sengketa agraria di Indonesia tidak juga akan selesai. 

“Kecuali kita bisa memastikan bahwa kebijakan penyelesaian konflik tanah dilakukan secara sistematis, terukur, dan sustainable. Maka rumuskanlah roadmap penyelesaian sengketa dan konflik tanah,” ujarnya.

Sementara itu, sehubungan dengan reformasi birokrasi di BPN, Arif menyampaikan bahwa birokrasi di BPN patut diduga kuat berwatak feodal. 

Baca: Arif Temukan Kendala Pelaksanaan Pilkada di Kepri

Hal itu tidak ada bedanya dengan ondernemer-ondernemer (wirausahawan), dan bukan lagi sebagai pelayan rakyat lagi. Implementasi sistem birokrasinya, kalau bisa mempersulit bukannya mempermudah.

“Kalau hal-hal itu bisa diselesaikan, maka RUU Pertanahan yang sedianya akan dilanjutkan (pembahasannya), akan lebih berpihak kepada rakyat dan tidak lagi kepada kepentingan pemilik modal atau kapital. Saat ini, kita sedang menuju sistem hukum nasional bukan mengembalikan pada sistem hukum kolonial,” kata Arif.

Quote