Ikuti Kami

Darmadi Minta Rumusan Indeks Kemiskinan Ekstrim yang Valid

Pemerintah harus melakukan penelitian serius terkait kemiskinan.

Darmadi Minta Rumusan Indeks Kemiskinan Ekstrim yang Valid
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto meminta pemerintah segera memiliki rumusan indeks kemiskinan ektrim yang valid. 

Oleh karena itu pinta Daramadi, mulai sekarang pemerintah harus melakukan penelitian serius. Jangan hanya menyebut kemiskinan ekstrim tapi tidak tahu bagaimana menjangkau kemiskinan ekstrim itu. 

Apalagi pemerintah sampai sekarang belum memiliki data 9,91 juta penduduk yang miskin ekstrim ini. 

Baca: Puan Minta 3 Pilar Partai Gotong Royong Menangkan Pilkada

“Pemerintah juga belum punya model yang tepat untuk bisa mencapai 0 persen di 2024. Kita apresiasi tapi bagaimana mencapainya harus dijelaskan. Itu yang belum kita lihat. Kalau hanya pakai siraman sembako saja itu bukan solusi yang tepat,” jelasnya. 

Pemerintah, lanjut politisi PDI Perjuangan ini, bisa menggunakan model transformasi KarhunenLoeve yakni teknik untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi secara linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dan varians maksimum untuk menjangkau kemiskinan ekstrim ini. 

Menurutnya, model tersebut bisa digunakan untuk mengetahui variabel mana yang mempengaruhi supaya orang bisa berubah dari kemiskinan ekstrim. 

“Tapi intinya pemerintah harus punya modeling, simulasi supaya tahu dengan tepat untuk bisa mengejar kemiskinan ekstrim itu,” katanya.

Darmadi menuturkan, berdasarkan standar angka kemiskinan internasional yang digunakan Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang sangat miskin atau miskin ekstrim saat ini sebanyak 9,91 juta jiwa atau 3,37 persen dari jumlah penduduk Indonesia. 

Mereka merupakan penduduk dengan pendapatan di bawah 1,9 dolar AS per hari atau sekitar Rp 421.000 per bulan per orang. Jika dihitung dengan pendapatan per orang per hari 3,2 dolar AS maka total kemiskinan mencapai 27 juta orang. 

“Memang sekarang lembaga yang mengukur (kategori penduduk miskin ekstrim) itu kan belum banyak. Yang ada itu kan rumusan dari Bank Dunia tapi pemerintah perlu menelusuri lebih jauh bahwa kemiskinan ekstrim itu seperti apa di Indonesia. Ini kan belum tentu sama. Karena itu definisi kemiskinan harus jelas,” katanya. 

Baca: Dampak Pandemi, Pertumbuhan Ekonomi di Maluku Justru Positif

Bagaimana pun, lanjut dia, target kemiskinan ekstrim menjadi 0 persen di 2024 ini merupakan tujuan yang mulia dan patut didukung. Namun demikian, pemerintah harus tahu faktorfaktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan ekstrim ini. 

Dari mulai faktor struktural sosial budaya, termasuk korelasinya dengan pendidikan, agama, dan faktor lainnya. Dengan masa kerja yang terbatas atau kurang dari empat tahun ini, maka pemerintah harus segera melakukan penelitian faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan ekstrim tersebut dan kebijakan apa yang bisa diambil untuk mengatasinya. 

“Jika kita mau tu runkan kemiskinan ekstrem ke 0 persen di tahun 2024 harus tepat sasaran. Untuk bisa tepat sasaran itu kita harus tahu faktor yang menyebabkan orang miskin esktrim ini. Pendidikan misalnya mempengaruhi nggak? bagaimana tingkat korelasinya dengan tingkat kemiskinan? Sehingga kita bisa tahu bahwa faktor yang mempengaruhi paling signifikan itu apa. Jadi yang 9,91 juta jiwa ini miskin ekstrim kebanyakan karena faktor apa? Kalau hanya dikasih bansos-bansos saja, itu kan tidak selesai. Kayak kasih umpan saja, tapi tidak ngasi kailnya,” jelasnya.

Quote