Ikuti Kami

Deddy Yevri Minta Luhut Berpikir Jernih Soal Tiket Borobudur

Deddy: Jadi tidak boleh hanya menyalahkan pengunjung, manajemen juga harus berbenah.

Deddy Yevri Minta Luhut Berpikir Jernih Soal Tiket Borobudur
Ilustrasi. Candi Borobudur.

Jakarta, Gesuri.id - Deddy Yevri Sitorus, Anggota Komisi VI DPR RI meminta Menteri Kordinator Maritim dan Investasi (Marimves) Luhut Binsar Panjaitan tidak anti kritik, dan menganggap remeh fungsi pengawasan yang merupakan mandat konstitusi DPR. 

Hal itu disampaikan Deddy menanggapi pernyataan Luhut di rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR pada 9 Juni 2022, mengenai polemik kenaikan harga tiket Borobudur hingga Rp 750.000. Luhut meminta agar anggota DPR tak menyerang dirinya demi mencari popularitas.

Baca Nasib Honorer di Era Ahok Sejahtera, Era Anies Waswas

Deddy mengingatkan Luhut soal tugas dan fungsi Anggota DPR.

“Pak Luhut kan harusnya tahu bahwa sudah tugasnya Anggota DPR melakukan pengawasan dan bentuknya bisa berupa kritik atau masukan”, ujar Deddy, pada Jumat (10/6).

“Seharusnya sebagai seorang pejabat senior beliau paham dan tidak mudah baper, tinggal pilih mana kritik yang argumentatif dan konstruktif dan abaikan yang bentuknya hanya kenyiyiran belaka,” tukasnya.

Sejak awal sebagai Anggota Komisi VI DPR yang menjadi mitra TWC dan Injourney, Deddy mengaku tahu persis kondisi Candi Borobudur dan perbaikan yang dilakukan selama ini. Selama ini pengelolaan Candi Borobudur memang terbukti tidak efektif dan terjadi kerusakan yang diakibatkan manajemen pemeliharaan dan pengawasan yang kurang optimal. 

Pihaknya juga paham manajemen pengelola tidak secara konsisten dan efektif memberikan panduan, mengingatkan wisatawan, mengatur flow dan kapasitas pengunjung, memberikan sanksi dan sebagainya. 

Padahal pengawasan dan edukasi mudah dilakukan, baik secara konvensional maupun dengan menggunakan peralatan CCTV dan multi media.

“Jadi tidak boleh hanya menyalahkan pengunjung, manajemen juga harus berbenah”, kata Anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan tersebut.

Lebih jauh Deddy mengatakan bahwa yang menjadi persoalan adalah ketika Kemenko Marimves berencana menaikkan tiket naik ke Candi menggunakan dalih konservasi. 

“Kalau masalahnya adalah konservasi maka yang harus dibatasi adalah jumlah pengunjungnya dan pengawasan terhadap pengunjung yang naik ke Candi, bukan dengan menaikkan tiket sehingga terkesan hanya orang kaya yang boleh naik,” ujarnya. 

Menurut Deddy, dirinya tidak keberatan bila jumlah orang yang boleh naik itu dibatasi. Tetapi bukan dengan dasar kemampuan keuangan pengunjung. 

Deddy mengatakan, seHarusnya volume orang yang dikurangi, menurunkan jumlah titik atau spot yang boleh diakses wisatawan, mengurangi frekewensi dimana orang boleh naik ke Candi.

“Jadi bukan menaikkan harga tiket secara tidak wajar. Kalau mau ditutup pun silakan kalau itu untuk kepentingan Candi Borobudur sebagai situs warisan untuk dunia. Atau hanya boleh digunakan untuk upacara keagamaan secara terbatas juga tidak masalah, kalau kondisinya memang sudah sangat mengkhawatirkan,” kata Deddy. 

“Tapi lagi-lagi, tolong jangan diskriminasi pengunjung yang boleh naik berdasarkan kemampuan membeli tiket yang mahal, itu tidak masuk akal,” tegas Deddy.

Baca Gubernur Hermus Dukung BI Perluas Layanan Transaksi Nontunai

Deddy menegaskan dirinya tetap berpendapat bahwa rumusan kenaikan harga tiket menjadi Rp.750.000 dan USD 100 untuk wisatawan asing itu cenderung pertimbangan komersialisasi dan bukan konservasi atau preservasi. 

“Apakah motifnya untuk pengumpulan dana buat pemeliharaan atau profit, saya tidak tahu pasti. Nanti pada saatnya kami akan memanggil TWC dan Injourney yang bertanggung jawab sebagai pengelola Candi Borobudur,” ujar Deddy.

“Saya berharap Pak Luhut berpikir secara jernih soal tiket itu. Jika hanya untuk biaya naik ke atas Candi, jelas itu yang termahal dibanding situs manapun yang ada di dunia ini. Saya sudah mendapat data dan membandingkan harga tiket itu, terlalu mahal,” tutup Deddy.

Quote