Ikuti Kami

Gembong: PT Sinar Sitara Itu Fiktif

Gembong: PT Sinar Sitara itu secara faktual tidak ada dan tidak menguasai tanah.

Gembong: PT Sinar Sitara Itu Fiktif
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono.

Jakarta, Gesuri.id - Kasus ‘sengketa’ tanah yang membuat resah warga Cilandak Barat dan Pondok Labu, Jakarta Selatan, kian mendekati titik temu. Ini setelah Komisi A DPRD DKI Jakarta dan Badan Pertanahanan Nasional DKI Jakarta sepakat untuk melanjutkan proses sertifikasi sekitar 13 hektar tanah yang sudah dikuasai warga sejak puluhan tahun silam. Proses sertifikasi tersebut mengalami kemajuan setelah BPN melakukan pengukuran tanah di perkampungan padat penduduk tersebut.

Diketahui, dari 13 hektar tanah tersebut sudah dikuasai warga sejak tahun 70-an lalu. Bahkan tanah sudah diwariskan ke anak cucu. Namun, hingga sekarang niat warga untuk mensertifikatkan tanah selalu menemui jalan buntu. Penyebabnya adalah ada sebuah perusahaan bernama PT Sinar Sitara yang mengklaim tanah tersebut. Sehingga, baik Lurah maupun Camat tidak berani memberikan rekomendasi kepada BPN untuk mensertifikatkan tanah warga.

Menurut anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, masalahnya adalah PT Sinar Sitara itu secara faktual tidak ada dan tidak menguasai tanah. “Kami sedang berusaha keras membantu warga untuk mendapatkan sertifikat tanah,” katanya.

Komisi A sudah memanggil BPN dan aparat terkait untuk membicarakan proses sertifikasi tanah yang dikuasai warga. Sebab, setelah diselidiki, ternyata PT Sinar Sitara itu tidak bisa ditemukan siapa pemiliknya, di mana kantornya dan apa bidang usahanya. “Akhirnya, Pemkot Jaksel membuat pengumuman di media massa memanggil PT Sinar Sitara untuk member keterangan. Namun, ternyata tidak ada yang mengaku sebagai pemilik Sinar Sitara,” kata Gembong.

Gembong mengaku bersyukur karena saat ini proses sertifikasi tanah warga sudah menunjukkan progress sesuai harapan. BPN sudah turun ke lokasi tanah sengketa dan melakukan pengukuran tanah. Setelah pengukuran selanjutnya BPN akan membuat peta tanah. “Semoga ini adalah sebuah kemajuan dan kita harapkan cita-cita warga supaya tanahnya memiliki sertifikat bisa terkabul. Ini memang bakal panjang dan berliku prosesnya, tetapi harus tetap kita kawal dan jalani,” tuturnya.

Dia berharap warga tetap kompak dan berkomitmen bersama dalam perjuangan mewujudkan sertifikat tanah. “Kenapa harus kompak, karena BPN hanya akan berkoordinasi dengan tim yang dibentuk oleh RT dan RW setempat, bukan dengan individu. Jadi, warga harus percaya dengan tim tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, menurut ketua RT 02/08 Pondok Labu Sularso, BPN sudah melakukan pengukuran tanah warga tahap pertama. Dalam waktu dekat, pengukuran tanah tahap selanjutnya akan dilakukan. “Kita memang harus sabar. Ini adalah kabar gembira bagi kita semua, warga ingin tenang dalam menempati rumah masing-masing jika sudah bersertifikat ,” tuturnya. Apalagi, perkampungan warga saat ini masuk kategori kawasan strategis. Kawasan tersebut diapit jalan tol JORR dan jalan tol Antasari-Depok. Sehingga, tidak heran banyak orang yang tergiur dengan ‘harta karun’ tersebut.

Menurut sejarahnya, sekitar tahun 1950an, dahulu tanah yang berada di belakang markas marinir tersebut adalah tanah kosong semak belukar. Sejak tahun 1960-1970an, warga mulai berdatangan dan menduduki tanah. Lambat laun tanah semakin padat hingga sekarang.

Usaha warga untuk mensertifikatkan tanah dimulai dari tahun 1980an. Setiap Pemilu, para elite politik selalu mendatangi kampong tersebut dan menjanjikan sertifikasi tanah warga. Tercatat tokoh yang datang adalah Hayono Isman, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Anies Baswedan hingga para tokoh politik. Namun, 30 tahun berlalu harapan warga masih belum terwujud.

Quote