Ikuti Kami

Gembong: RTRW Jakarta Harus Dinamis & Modernis

Tak hanya sekadar sesuai dengan fungsi dan peruntukan, tapi juga tepat guna.

Gembong: RTRW Jakarta Harus Dinamis & Modernis
Ilustrasi. Salah satu sisi kota DKI Jakarta.

Jakarta, Gesuri.id - Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lebih dinamis dibutuhkan oleh Ibu Kota negara yang begitu dinamis seperti DKI Jakarta. Hal itu juga tentunya tak lepas dari perkembangan zaman dan pertumbuhan ekonomi yang kian pesat. 

RTRW yang lebih modernis adalah sebuah keniscayaan. Artinya, tak hanya sekadar sesuai dengan fungsi dan peruntukan, tapi juga tepat guna. 

Baca: Pemprov DKI Diminta Transparan Atas Revisi Pergub 120/2018

Anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menuturkan, perubahan RTRW harus mengikuti perkembangan zaman. Itu, lanjutnya, karena perubahan RTRW di sejumlah wilayah di Jakarta tidak bisa dikembalikan ke fungsi peruntukannya seperti semula. 

”Contoh dekat saja, kawasan Jalan Jaksa di Kebon Sirih itu kan pada awalnya peruntukkannya sebagai permukiman. Kemudian daerah Kemang, kedua daerah ini sekarang peruntukkannya menjadi kawasan bisnis. Ini mustahil kita ubah seperti semula,” ujar Gembong Warsono dikutip dari laman indopos.co.id, baru-baru ini.

Gembong menilai, Pemprov DKI terlambat untuk melakukan proses revisi perubahan RTRW. Padahal revisi tersebut sudah masuk dalam Prolegda 2019  untuk segera dibahas bersama DPRD DKI. ”Sampai hari ini belum masuk di DPRD,” katanya.

Kemudian, menurutnya harus ada perubahan peruntukkan daerah karena tuntutan. Misalkan untuk daerah permukiman yang berubah menjadi daerah industri. ”Ini harus segera kita ubah agar geliat perekonomian bisa bergerak. Sehingga perizinan usaha yang melekat di sana bisa mudah diperoleh,” ungkapnya.

Gembong menegaskan, ada beberapa daerah yang tidak boleh berubah peruntukkannya. Seperti daerah penyangga serapan air dan daerah hijau taman dan hutan kota. Pemprov DKI, menurutnya harus konsisten mempertahankannya. Agar bisa mengejar target terpenuhinya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah DKI. ”Kalau jalur hijau kemudian beralih fungsi jadi permukiman, maka harus dikembalikan. Pemprov DKI harus konsisten. Tapi kalau permukiman berubah menjadi kawasan bisnis maka Pemprov DKI harus leluasa (tidak kaku) mengikuti perkembangan. Karena sangat besar berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta,” ujarnya.

Sebelumnya Wali Kota Jakarta Timur M Anwar mengatakan, hampir semua wilayah di daerah yang dimpipinnya beralih fungsi tidak sesuai dengan peruntukkannya, dikarenakan menjadi kebutuhan masyarakat. Tentu saja perubahan yang ada tidak mungkin dibongkar semua.

”Kita perlu evaluasi dan memberikan masukan ke pemprov untuk melakukan perubahan RTRW. Tentu perubahan itu bisa mengakomodasi semua kebutuhan masyarakat,” ujar M Anwar.

Anwar menyebutkan, rencananya akan membuat kawasan sesuai kondisi geografi dan potensi di daerah. Seperti di wilayah Cakung ada Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan di Jatinegara ada pasar batu akik.

“Kita akan perbaiki kawasan sesuai potensi daerah. Kalau kuliner ya kita benahi. Kalau kawasan pendidikan sesuai kebutuhan pendidikan karena ada sekolah dan kampus,” bebernya.

Pengamat Perkotaan Nirwono Jogaa, menilai Pemprov DKI Jakarta kerap tidak konsisten dengan RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang dibuat dan disahkan bersama DPRD. Hal ini menyebabkan masalah sosial (ketimpangan) dari pembangunan.

”Masalah ketimpangan muncul juga karena masih banyak pelanggaran tata ruang, ini muncul karena sikap Pemprov DKI yang tidak tegas,” ungkap Nirwono.

Pelanggaran tersebut disebutkan Nirwono seperti pengembang yang membangun permukiman mewah di daerah RTH. Ia mensinyalir pembangunan tersebut mendapat izin dari Pemprov DKI. ”Tidak mungkin membangun tanpa ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemda,” katanya.

Baca: DPRD DKI Dukung Pemprov Atur Ulang Tata Ruang Wilayah

Munculnya fenomena kampung kumuh di Jakarta, masih ujar Nirwono disebabkan sikap abai dan membiarkan permukiman tersebut bertahun-tahun. Pasalnya, beberapa permukiman ditemukan di bantaran kali, kolong jalan raya, tepi jalur kereta api dan tepian waduk atau setu. ”Harusnya sejak awal Pemprov DKI harus tegas melarang mereka, jadi tidak menjamur. Kemudian meerelokasi mereka,” bebernya.

Nirwono mengaku heran dengan masalah-masalah sosial yang muncul akibat dampak pembangunan di DKI. Terlebih, merujuk pada RTRW dan RDTR yang disusun Pemprov DKI arah pembangunan di Jakarta hingga 2030 nanti adalah meremajakan dan atau merelokasi perkampungan sesuai peruntukan.

Kemudian, lanjut Nirwono mengembangkan hunian vertikal di dalam kota. Yang digunakan untuk menampung warga kampung yang direlokasi. ”Pemprov DKI harus mengembalikan RTH yang sudah beralih fungsi,” tegasnya.

Quote