Ikuti Kami

Hendi: Indonesia Berdasarkan Pancasila Sudah Finish

Finish pada saat founding father memerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kemudian 18 Agustus 1945 Pancasila sebagai dasar negara.

Hendi: Indonesia Berdasarkan Pancasila Sudah Finish
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyampaikan materi saat Festival HAM 2021 di Hotel PO Semarang. (suaramerdeka.com/Siswo Ariwibowo)

Semarang, Gesuri.id - Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi yang akrab disapa Hendi menekankan bentuk negara kepulauan Indonesia yang berdasarkan Pancasila sudah finish.

Baca: Adian Klarifikasi Erick Thohir Upaya Adu Domba Kawan Erick

Para Founding Father (pendiri bangsa) sudah bersepakat saat Indonesia diproklamasi kan pada 17 Agustus 1945, kemudian dipertegas pada 18 Agustus 1945 terkait ideologi bangsa.

"Apa yang ada di republik ini mustinya sudah selesai, finish pada saat founding father kita memerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kemudian 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, clear," ucap Wali Kota Hendi di Festival HAM 2021 di Hotel Po Semarang, Jalan Pemuda No 118 Semarang, Rabu (17/11).

Hendrar Prihadi melanjutkan, kenapa clear (selesai tidak perlu dipertentangkan)? Karena ia melihat bahwa negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk majemuk.

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku/etnis yang jumlahnya mencapai sekitar 700 etnis, 17.000 an ribu pulau serta memiliki pemeluk agama yang bermacam-macam.

"Inilah saatnya bagi kita semua untuk mengedepankan saling komunikasi, menghargai dan menghormati. Itulah yang sedang kami jalankan di Pemkot Semarang," terangnya.

Hendrar Prihadi mengajak masyarakat untuk melihat kembali sejarah berdirinya Kota Semarang dari literatur 476 tahun lalu.

Di sana terdapat berbagai macam agama, keyakinan yang tumbuh berkembang, disusul masuknya para etnis.

Dalam literatur tersebut dicontohkan adanya beragam tempat ibadah, misalnya masjid, gereja, kelenteng, vihara, pura dan lainnya.

Semua masyarakat satu dengan yang lain saling menghormati. Kemudian dengan moderasi beragama ini, semua berjalan dengan baik, aman dan lancar.

"Kami juga ingin memberikan contoh-contoh bagaimana pemerintah hadir. Pengalaman kami di eksekutif masuk tidak hanya di tempat, teman-teman mayoritas, tapi juga lainnya. Sekarang tidak ada mayoritas-minoritas, saya masuk ke masjid oke, greja oke, masuk ke kelenteng ok, ke vihara, pura oke dan lainnya," ujarnya.

Apa yang dilakukannya tersebut, menurut Hendi, ingin memberi pesan bahwa negara ini, di Kota Semarang ini membutuhkan keterlibatan peran serta masyarakat yang sifatnya beragam.

Hendi tidak berbicara mayoritas-minoritas, tapi berbicara satu keluarga warga negara Indonesia. Pemahaman tersebut terus ia gaungkan.

"Kita dukung aktivitas mereka. Contoh festival Ogoh-ogoh itu miliknya umat Hindu, tapi di Kota Semarang itu bisa menjadi miliknya warga Semarang," kata Hendi.

"Semuanya terlibat. Leadernya umat Hindu, tapi kemudian ada barongsai, rebana, semuanya ikut festival. Kemudian karnaval ada Paskah, dugderan, Pasar Imlek, perayaan Waisak dan seterusnya," sambungnya.

Dari kesemuanya itu, kata Hendi antaragama saling mendukung.

Artinya, ia melihat moderasi beragama di Kota Semarang kurang lebih mendorong komunitas kecil menjadi komunitas besar, yaitu masyarakat Semarang yang merupakan warga negara Indonesia.

Baca: Pejabat Kementan Berpolitik, Sudin: Kalau Saya Laporkan Kena

Hendi memberikan contoh lain, misalnya memberikan ruang eksistensi kepada anak muda, di mana dia berpandangan, bahwa anak muda juga bagian dari kelompok yang harus terus dibangkitkan lagi. Sebab, anak muda tersebut bagian dari ujung tombak pembangunan negara.

"Kami bersama-sama teman-teman mewujudkan pelayanan publik untuk semua masyarakat tanpa terkecuali, mulai dari hamil, lahir, imunisasi, sekolah. Kemudian bekerja sampai meninggal pemerintah hadir di situ dengan berbagi fasilitas yang dimiliki pemerintah," imbuhnya. Dilansir dari suaramerdekacom.

Quote