Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, menegaskan pentingnya edukasi publik yang komprehensif untuk menghapus ketakutan masyarakat terhadap teknologi nuklir.
Menurutnya, persepsi masyarakat tentang nuklir selama ini sudah terlanjur dibentuk oleh gambaran negatif, terutama tragedi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
“Tidak mudah bagi masyarakat memahami kegunaan nuklir. Yang terbayang pasti bom. Saya pun dulu seperti itu, Karena Imaji tersebut membuat masyarakat sulit menerima konsep pemanfaatan nuklir secara damai dan aman” ujarnya kepada Parlementaria di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, (3/12).
Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif
Karena itu, ia menilai tugas para akademisi, BRIN, dan pemerintah adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai berbagai manfaat teknologi nuklir dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam konteks energi.
Ia mencontohkan pengalamannya sendiri saat harus menjalani pemeriksaan medis menggunakan teknologi nuklir.
“Saya ini pengguna teknologi nuklir. Misalnya saat melakukan radioterapi. Ada batasannya, tapi manfaatnya besar,” jelasnya.
Ia menyoroti, bahwa rendahnya literasi terkait nuklir berdampak langsung pada resistensi masyarakat terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Menurutnya, penolakan tersebut bukan semata-mata karena teknologinya berbahaya, tetapi karena ketidaktahuan.
“Penolakan listrik tenaga nuklir itu sangat kuat karena masyarakat belum paham. Ada ketakutan,” tegasnya Politisi Fraksi PDI-Perjuangan.
Oleh karena itu, ia menilai penting agar rencana pembangunan fasilitas energi nuklir ditempatkan di lokasi yang jauh dari pemukiman pada tahap awal.
“Kalau Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tiba-tiba ditempatkan di tengah pemukiman, pasti ditolak. Di manapun pasti ditolak,” jelasnya.
Berbeda dengan fasilitas akademik seperti yang ada di PTN BRIN, yang kapasitasnya kecil dan berfungsi sebagai sarana pembelajaran, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki skala dan risiko yang berbeda sehingga membutuhkan pendekatan khusus dalam sosialisasi.
Dengan ini ia, menekankan perlunya pembelajaran teknologi nuklir yang lebih sederhana, praktis, dan terintegrasi dengan dunia pendidikan.
“Sedikit saja ketika ada pelajaran teknologi, dijelaskan kegunaan nuklir itu apa. Kalau bisa, dipraktikkan. Biar anak-anak paham bahwa nuklir bisa untuk banyak hal,” ujarnya.
Baca: Ganjar Pranowo Dorong Pemerintah Tetapkan Status Bencana
Ia juga mengaitkan pentingnya pemahaman teknologi nuklir dengan peningkatan literasi digital yang terus didorong oleh Komisi X DPR RI dalam dunia pendidikan. Menurutnya, pendidikan berbasis teknologi tidak perlu dibebani terlalu banyak muatan, tetapi harus fokus pada manfaat dan penggunaannya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga kembali mengingatkan bahwa BRIN memiliki peran besar untuk mengedukasi masyarakat tentang berbagai inovasi dan riset, termasuk teknologi nuklir.
“Ini pembelajaran yang penting. BRIN harus aktif menjelaskan manfaatnya agar masyarakat tidak takut dengan nuklir,” tandasnya.

















































































