Ikuti Kami

Presiden Dialog dengan Korban Penjarahan 22 Mei

Abdul Rajab (62) hanya bisa meninggalkan barang-barang dagangannya demi keselamatan diri.

Presiden Dialog dengan Korban Penjarahan 22 Mei
Ilustrasi. Korban Tragedi 22 Mei 1998.

Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo menerima kedatangan warga korban penjarahan saat unjuk rasa 22 Mei 1998 dan membantu modal usaha.

Antara melaporkan pada Jumat (24/5) di Istana Merdeka, saat membuka pertemuan itu, Presiden menanyakan dagangan yang dijual oleh masing-masing bapak itu.

"Presiden bantu, bantu berupa uang untuk modal lagi. Belum tahu berapa nilainya, kita belum tahu," kata seorang korban penjarahan, Abdul Rajab (62), usai pertemuan.

Pertemuan digelar di salah satu ruangan di Istana Merdeka.

Acara yang dimulai pada pukul 15:50 WIB berlangsung selama 20 menit.

Abdul berjualan rokok dan minuman. Dia menderita kerugian materi akibat dagangannya dijarah massa sebesar Rp30juta.

"Ya pas malam massa diusir sama aparat, mereka sambil lari ya menjarah begitu. Pecah-pecahin warung pedagang kaki lima," ungkap Abdul menceritakan tragedi penjarahannya di Jalan Agus Salim, Jakarta.

Dirinya hanya bisa meninggalkan barang-barang dagangannya demi keselamatan diri.

Habibie Tegaskan Beda dengan 1998

Mantan Presiden BJ Habibie menegaskan keadaan yang berkembang saat ini jelas berbeda dengan keadaan yang terjadi pada tahun 1998.

"Dan kalau disamakan dengan keadaan waktu Bapak tahun ‘98, 'its not true'. Banyak laporan Anda tahu sendiri, tidak ada," kata BJ Habibie setelah pertemuan tertutup dengan Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat.

Menurut dia, apa pun yang terjadi dalam konstelasi politik saat ini sejatinya telah disepakati sendiri oleh masyarakat mekanismenya. Termasuk dalam penentuan calon-calon peserta Pilpres dalam pemilu langsung.

"Ini ada masalah, loh dua orang, ada yang bilang sama saya, Pak kenapa hanya dua itu. Loh kamu yang tentukan mekanismenya, kalau enggak benar, mau lebih banyak silakan tentukan. Kalau enggak cukup faksinya lha harus dalam hal ini juga diberikan kemungkinan ditentukan oleh yang tidak 'interested' pada politik atau dinamakan 'silence majority'. Ya harus dibuat. Dia juga boleh," tuturnya.

Menurut dia, sejatinya Indonesia mempunyai alternatif sebagaimana pengalamannya yang telah mengalami tiga generasi sejak generasi 45.

"Anda ini anak dari cucu intelektual semua. Nah kalau mau anggap saya berhasil, Anda juga harus lebih hebat daripada saya. Itu tolak ukurnya," ucapnya.

Jadi di dalam hal ini, kata dia, ini pertama kalinya bagi Indonesia memiliki seorang presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, di mana yang pertama kali dipilih langsung adalah SBY.

Sementara para presiden sebelumnya masih dipilih melalui MPR sehingga dalam hal ini SBY masih berada pada generasi peralihan seperti dirinya.

Ia kembali menegaskan, sebagai presiden terpilih maka harus memihak kepada seluruh rakyat.

"Kalau Anda menjadi presiden kan tidak akan memihak yang memilih Anda saja kan, semua. dan kita tidak pernah SARA kan. Tidak ada di sini. Jadi saya rasa itu yang penting," ujarnya.

Habibie sangat yakin Jokowi bisa melanjutkan program sesuai rencana dan semua membantu supaya terlaksana.

"Kita semua membantu supaya terlaksana. Dan nanti pada pemilu lima tahun lagi setiap orang boleh. Tapi ngapain kita hilang waktu dan duit dan ada risiko tinggi. Hanya memperjuangkan kepentingan mungkin satu orang satu grup, 'no way',” kata Habibie.

Quote