Ikuti Kami

Putra: Nadiem Gagal, Milenial Gagal

Mendikbud representasi milenial, kalau gagal akan memberikan pandangan yang buruk terhadap generasi Milenial.

Putra: Nadiem Gagal, Milenial Gagal
Anggota Komisi X DPR Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan. (Foto: Elva Nurrul Prastiwi)

Jakarta, Gesuri.id - Gebrakan yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam meluncurkan Kampus Merdeka diapresiasi dan mendapatkan sorotan tajam Anggota Komisi X DPR Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan.

Baca: Putra: Jadikan Gotong Royong Dasar Pendidikan Karakter

Dalam Raker Komisi X dengan Mendikbud Selasa, Putra Nababan mengingatkan kebijakan Kampus Merdeka jangan hanya jadi kebijakan populis yang berpotensi mengundang masalah baru. 

"Terutama yang terkait gagasan Menteri Untuk memberikan kesempatan mahasiswa magang di Luar kampus selama 2 semester. Ini gagasan sangat bagus tapi dalam implementasinya Menteri harus bisa melibatkan kalangan swasta dan industri,” kata Putra Nababan.

Menurut anggota DPR dari dapil Jakarta Timur ini, program magang sering kali tidak menjadi prioritas di swasta dan industri sehingga daya serap mahasiswa magang sangat minim. “Belum lagi, banyak perusahaan tidak memiliki program magang yang mumpuni,” ujar Putra yang pernah menjadi pemimpin redaksi di sebuah televisi berita ini.

Menurut Putra, posisi Mendikbud saat ini sangat strategis, sehingga  kebijakan yang menyangkut dengan dunia pendidikan harus strategis juga. "Mendikbud yang sekarang adalah representasi dari milenial, jangan sampai gagal.  Karena  kalau gagal akan memberikan pandangan yang buruk terhadap generasi milenial," ujarnya. 

Dalam Raker kemarin, Mendikbud  menyampaikan empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi yang diberi tajuk Kampus Merdeka. "Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang," kata Nadim saat raker. 

Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C.

Mendikbud juga menjelaskan bahwa kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan. 

Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Mendatang, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis. "Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun," tutur Mendikbud.

"Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri," tambahnya.

Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.

Adapun kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks). Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan.

Disisi lain, saat ini bobot sks untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.

Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai sks. Setiap sks diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya. 

Baca: Putra Soroti Pemberian Soft Skills Di Perguruan Tinggi

Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. Ini tahap awal untuk melepaskan belenggu agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai targetnya. 

Putra meminta  kepada Mendikbud agar sebelum menerpkan program Kampus Merdeka, perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang. Jangan sampai kebijakan yang sudah dibuat  itu menimbulkan penilaian yang gagal di mata  presiden. Bahkan untuk melakukan sosialisasi itu juga perlu dilakukan di media sosial. "Jadi jangan hanya membeberkan program di media  mainstream terlalu old school," pungkasnya.

Quote