Ikuti Kami

Putra: Omnibus Law Jangan Diframing Selesai 100 Hari

Putra: Adanya framing itu hanya menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat.

Putra: Omnibus Law Jangan Diframing Selesai 100 Hari
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), di Ruang Rapat Baleg, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (4/11). (Foto: gesuri.id/Elva Nurrul Prastiwi)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan berharap rencana pembuatan omnibus law tidak diframing seolah ditargetkan oleh Presiden dengan tenggat waktu 100 hari.

Baca: Rieke: Pancasila Harus Jadi Roh Omnibus Law

Selain itu, Putra juga menolak jika rencana Pemerintah menerapkan Undang-Undang Omnibus Law yang merevisi puluhan beleid (UU/Peraturan) diframing seolah ada kepentingan asing di balik rencana pembahasan omnibus law oleh DPR dan pemerintah. 

"Adanya framing itu hanya menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat. Framing itu adalah framing bahwa tenggat waktunya itu adalah 100 hari, dan saya hadir pada saat pelantikan Presiden dan juga telah mencari di mesin pencari Google terkait pernyataan sejumlah narasumber apakah benar Presiden yang memberikan tenggat waktu 100 hari? 

Demikian dikatakan Putra dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR Penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang berkaitan dengan Omnibus Law dengan Undangan dari Pakar seperti Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKo) di Ruang Sidang Baleg, DPR, Jakarta, Senin (4/11). 

“Memang bung Feri ini paling aktif mengatakan 100 hari. Saya tidak tahu dapat 100 harinya dari mana,  tapi menurut saya Baleg tidak ada mengungkapkan suatu target 100 hari dan yang ditarget 100 hari itu memang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam pekerjaannya,” ungkapnya.
 
Memang kalau kita bicara tentang target dan lain sebagainya, masih kata Putra, terkesan menjadi serampangan, terburu-buru, gebyah uyah dan sebagainya. 

“Tapi menurut saya ini harusnya tidak menjadi penghalang kita, dan kita juga harus betul-betul teliti melihat ini manfaat dan juga kepentingan siapa,” lanjutnya.

Selain itu, Putra juga mengingatkan kepada seluruh pihak untuk tidak melakukan framing bahwa ada kepentingan asing, sebab kata dia, langgam kita ini independen.

Putra menegaskan, framing soal kepentingan asing itu juga seakan-akan mengkerdilkan kemandirian kita sebagai bangsa. Sebab seakan-akan kita melakukan sesuatu hal, termasuk dalam pembahasan omnibus law ini, hanya karena kehendak orang lain. 

Baca: Bahas Omnibus Law, Masinton Ingatkan Kedaulatan Ekonomi 

“Bila digambarkan, framing kepentingan asing ini layaknya karikatur yang menunjukkan seseorang diikat lehernya oleh rantai yang dipegang orang lain. Jadi, framing ini memang tidak bagus,” tegas Putra. 

Pemerintah memang berniat merevisi puluhan RUU yang tak lagi relevan dan menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia. Dan seluruh undang-undang lama tersebut akan digantikan dengan rancangan undang-undang (RUU) berkonsep omnibus law.

Quote