Ikuti Kami

Rifqi Dorong Standarisasi Nasional Proses Seleksi PPPK

Langkah ini kata Rifqinizamy bertujuan demi menghindari potensi "conflict of interest" dan menjaga netralitas. 

Rifqi Dorong Standarisasi Nasional Proses Seleksi PPPK
Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendorong Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) segera menerapkan standardisasi nasional dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Langkah ini kata Rifqinizamy bertujuan demi menghindari potensi conflict of interest dan menjaga netralitas. 

"Komisi II DPR RI melihat belum adanya standardisasi tingkat nasional dalam seleksi PPPK oleh masing-masing daerah. Mengingat, prosedurnya masing-masing daerah melakukan seleksi lalu kemudian hasil seleksi ditetapkan oleh SK Gubernur yang menjadi dasar penetapan. Sehingga, kemudian berpotensi muncul conflict of interest dan menjaga netralitas dalam seleksi," ujar Rifqinizamy. 

Baca: Ramadhan, Bupati Karolin Tetapkan Jam Kerja ASN

Di sisi lain, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga menyoroti banyaknya daerah yang mengeluhkan ketidakmampuan untuk memberikan honorarium kepada PPPK. 

Terkait hal itu, Rifqinizamy mengingatkan pemerintah khususnya BKN dan Kemenpan-RB agar segera mencari solusi atas permasalahan tersebut. 

"Jadi, ada dua item honorarium. Pertama, honorarium daerah dan pusat. Sebagaimana diketahui, gaji ASN di-support melalui skema DAU yakni dari APBN ke APBD. Khusus PPPK, sebagian besar harus dialokasikan oleh masing-masing APBD sehingga kemudian daerah merasa belum siap. Maka, Kemenpan-RB dan BKN harus mencarikan jalan tengah dan berkonsultasi dengan Kemenkeu," tandasnya. 

Baca: Jam Kerja ASN Pemkot, Eva Dwiana Terbitkan SE Pengaturan

Selain itu, berkaitan dengan evaluasi Pilkada 2020, Rifqi mengusulkan, ke depannya pemerintah wajib memprioritaskan digitalisasi pemilu demi terwujudnya pemilu yang lebih accountable dan transparan. Mengingat, sistem informasi rekap (Sirekap) yang dimiliki KPU kalah cepat dibandingkan dengan rekap manual di Pilkada 2020 lalu. 

"Ketika rekap manual sudah 100 persen sementara Sirekap belum mencapai persentase yang sama, maka rekap manual dijadikan dasar untuk memenuhi Sirekap. Hal ini persoalan administratif yang berimplikasi pada persoalan substansial. Karena itu, saya meminta KPU dan Bawaslu untuk memetakan betul persoalan terkait dengan digitalisasi Pemilu agar jangan terulang di 2024," pungkas Rifqi.

Quote