Ikuti Kami

Stafsus Milenial, Putra: Benang Merah Pengembangan SDM

Pengembangan SDM adalah sebuah keniscayaan untuk mengantisipasi puncak bonus demografi di tahun 2045.

Stafsus Milenial, Putra: Benang Merah Pengembangan SDM
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan dalam Program Sapa Indonesia Pagi di salah satu TV swasta, dengan Tema

Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan tujuh staf khusus (Stafsus) dari kalangan milenial di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 21 November 2019.  Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan menilai, Presiden konsisten dengan janjinya untuk fokus mengutamakan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). 

“Pemilihan ketujuh orang itu tentu ada benang merahnya dengan salah satu program prioritas Pemerintahan Jokowi di periode keduanya yang digagas bersama Pak Kiyai Ma’ruf Amin. Program nomor satu itu bukan infrastruktur. Program pertama itu adalah pengembangan SDM dan diucapkan di Pelantikan,” ujar Putra dalam Program Talkshow Sapa Indonesia Pagi di salah satu TV swasta, Senin (25/11).

Menurut Putra, pengembangan SDM adalah sebuah keniscayaan untuk mengantisipasi puncak bonus demografi di tahun 2045. Selain itu, tantangan lain ke depannya untuk terus tumbuh menjadi negara maju adalah mencari jalan keluar agar Indonesia bisa keluar dari perangkap middle income trap. 

Karena itu, dijelaskan Putra, fokus pengembangan SDM oleh pemerintah saat ini menyasar kepada kaum milenial dari rentang usia 17 – 45 tahun. Milenial hari ini, kata dia, adalah angkatan kerja yang pada saat puncak bonus demografi nanti akan membawa perubahan besar bagi kemajuan Indonesia. 

“Kalau kita melihat nama-nama yang disampaikan Presiden itu adalah nama-nama yang sebagiannya pernah satu panggung dengan saya di sejumlah acara. Kita berkomunikasi dan mereka punya pemikiran-pemikiran yang memang sesuai target presiden: out of the box,” ungkap Putra. 

Dijelaskan Putra, yang menjadi pembeda Staf Khusus Presiden era Pemerintahan Jokowi dengan periode sebelumnya atau Pemerintahan Presiden SBY ialah tidak adanya pembidangan. 

“Itu konsisten dengan target Presiden: mencari sumber baru untuk pemasukan Negara. New source of revenue. Karena memang kita tidak boleh stagnan di situ untuk mencari sumber-sumber yang baru bagi pendapatan Negara dari sektor ekonomi kreatif,” paparnya. 

Putra menambahkan, tanggung jawab Stafsus Presiden langsung ke Presiden untuk memberikan hal-hal yang out of the box, inovatif, dan bahkan tidak perlu diumumkan.
 
“Staf Khusus Presiden gak bisa dong bikin konferensi pers, tiba-tiba mengatakan saya memberikan masukan kepada Presiden terkait hal-hal sebagai berikut.... itu tidak bisa mereka lakukan,” tegas Putra.

Lebih lanjut dikatakan Putra, Stafsus memberi masukan ke Presiden dan Presiden memformulasikannya kementerian lalu diumumkan output berupa inovasi dan gagasan baru.  “Presiden yang akan memberikan direction ke Kementerian, bukan Staf Khusus langsung,” tambahnya.

Sebagai profesional dan pernah membangun usaha rintisan bergerak di bidang, Putra mengakui  bahwa generasi muda saat ini banyak memiliki gagasan yang keluar dari pakem alias out of the box.

“Sama anak-anak jaman now ini, kita tidak bisa mendikte. katakan saja apa yang kita mau, maka mereka akan cari cara sendiri yang sering kali tidak terpikir oleh kita. Nah ini yang tujuh orang stafsus ini sudah lakukan dan ada hasilnya,” imbuh Putra.

Ketika ditanya apa alasan Presiden Jokowi memilih Stafsus kalangan milenial kalau hanya untuk dijadikan teman diskusi. Bukan-kah cukup dipanggil saja ke Istana tidak perlu sampai dijadikan Staf Khusus? Putra mengatakan, kalau hanya dipanggil untuk menjadi teman diskusi itu hanya one off atau sesekali saja dan tidak berkesinambungan.

“Artinya tidak ada komitmen untuk menyelesaikan tugas itu kalau hanya sekadar dijadikan teman diskusi. Tapi kalau diangkat sebagai staf. Sebagai internal tim, itu artinya bukan hanya teman diskusi dipanggil one off saja, tapi bisa secara terus menerus diajak diskusi dan ada target-target yang ditetapkan,” urai Putra.

Diakui Putra, malam hari setelah diperkenalkan ketujuh Stafsus milenial itu ia langsung memberikan pernyataan dan berharap mereka semua tidak hanya sekadar jadi pajangan. “Mereka harus out of the box. Itu yang tidak didapat oleh Presiden di lingkungannya,” urai Putra.

Selama ini, sambung dia, jika dilihat dari supporting system kepada Presiden mulai dari di Kabinet, Sekneg, Seskab, Kantor Staf Presiden atau sebagainya, Putra tidak melihat ada satu tim yang memang sudah proven (terbukti) di lapangan. 

“Mereka bisa membangun satu startup. Startup ini kan pendekatannya bukan profit and loss, tapi pendekatannya bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah yang muncul di masyarakat dahulu. Baru kita urusin profit.“ ungkap Putra.

Kalau Presiden banyak dikelilingi kalangan milenial berprestasi, sambung dia, tentunya akan ada pemikiran-pemikiran yang tidak dipikirkan oleh birokrasi, oleh menteri dan sebagainya. Karena selama ini di lingkungan birokrasi kerap terjadi benturan terhadap sejumlah aturan dan sebagainya. 

“Saya di Baleg sedang membahas Omnibus Law yang mana dicarikan solusi atas sebuah regulasi agar bisa melakukan lompatan inovasi dan investasi tidak terhambat karena terbentur aturan-aturan,” tambah Putra. 

Untuk itu, ia setuju jangan sampai adanya Staf Khusus tidak didukung oleh aturan-aturannya. Justru dari pemikiran yang out of the box ini, dijelaskan Putra, nanti Presiden bisa melihat aturan apa yang harus ditetapkan.

“Saya rasa mereka orang-orang kerja. Penghasilan mereka lebih besar. Pegawai mereka lebih banyak. Dan penghasilan mereka oleh birokrasi di Kepresidenan digaji sekitar Rp50 Juta. Saya rasa penghasilan mereka lebih dari 50 Juta selama ini,” ungkap Putra.

Generasi muda, dikatakan Putra, dimana pun berada pasti memiliki kegelisahan yang sama: kalau apa yang mereka sampaikan tidak direalisasikan.

“Mereka bukan orang-orang yang tiba-tiba hanya senang ada di sistem pemerintahan dan ada jabatan. Jadi kalau apa yang mereka gagas, dan mereka tahu ini bisa direalisasikan dengan segala kesulitannya tapi ada stagingnya. Saya rasa itu adalah hal yang harus segera direalisasikan oleh Pak Jokowi,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, Presiden tidak ada kepentingan untuk meredam gagasan Stafsusnya yang sebenarnya bisa direalisasikan. 

“Alokasi APBN itu sudah fix seperti itu. Tapi pemasukan baru harus ada. Mereka para Stafsus milenial bukan hanya gimmick atau pajangan. Karena mereka sudah melakukan banyak hal dan tinggal diberi kesempatan untuk merealisasikan gagasannya,” jelasnya.

Untuk itu, ketujuh anak generasi muda Stafsus Presiden Milenial diharapkan Putra tidak terlalu terbawa perasaan (baper) karena dikritik. 

“Yang penting mereka fokus kerja. User mereka adalah Presiden dan mereka harus paham kalau sekarang sudah masuk ranah politik. Kalau dulu mereka mungkin tidak dikritik karena swasta atau pengusaha startup, sekarang mereka rentan untuk dikritik. Meskipun gajinya kecil, tapi itu dari APBN. Jadi wajar kalau dikritik dan solusinya selain fokus ialah output,” tukas Putra.

Quote