Ikuti Kami

Yusril Minta MK Tak Terima Permohonan Gugatan Pilpres

Mahkamah Konstusi (MK) tak berhak untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara. 

Yusril Minta MK Tak Terima Permohonan Gugatan Pilpres
Ketua tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban termohon, pihak terkait dan Bawaslu.

Jakarta, Gesuri.id - Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai Mahkamah Konstusi (MK) tak berhak untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara. 

Hal itu dibacakan oleh Ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra saat menyampaikan eksepsi dalam sidang lanjutan gugatan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6).

Baca: Wiranto: Aksi Massa di MK Bukan dari Prabowo

Pernyataan tersebut oleh tim hukum 01 dirujuk dari Pasal 24 C ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut salah satu kewenangan MK adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Dan pasal 475 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang pada pokoknya mengatur permohonan keberatan terhadap hasil pemilihan presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon, atau penentuan untuk dipilih kembali pada pilpres.

"Adanya kata 'hanya' dalam ketentuan pasal tersebut demi hukum membatasi cakupan substansi hal yang dapat dipermasalahkan ke Mahkamah Konsitusi yakni terbatas hanya pada hasil perolehan suara," ujar Yusril.

Lebih lanjut, tim hukum Jokowi-Ma'ruf Amin juga merujuk pada undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi pada bagian kewenangan lembaga. Di dalamnya telah dijabarkan mengenai kewenangan MK yang diantaranya adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Oleh karena itu menurut Yusril, seharusnya pokok permohonan dalam gugatan Prabowo-Sandiaga berisi tentang kesalahan hasil hitung yang ditetapkan pemohon. 

"Bahwa Pemohon dalam permohonannya tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil dalam permohonan," ujar Yusril.

Yusril menilai sama sekali tak ada gambaran klaim kemenangan 62 persen sebagaimana pidato Prabowo pada tanggal 17 April 2019 atau pun klaim kemenangan 54,24 persen sebagaimana presentasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga pada tanggal 14 Mei 2019. 

"Dengan tidak didalilkan perolehan suara versi Pemohon maka klaim kemenangan tersebut menjadi gugur." katanya.

Baca: Tim Hukum Jokowi Akan Jawab Dalil 02 Proposional

Tim hukum 01 juga Pasal 51 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 yang secara tegas dan jelas menyebutkan bahwa MK tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan a quo. Ketentuan Pasal 51 ini dianggap memberikan penegasan atas kewenangan MK dalam hal menjatuhkan amar putusan terhadap sengketa hasil pilpres.

"Bahwa berdasarkan uraian dan argumentasi yuridis di atas, sudah cukup kiranya alasan bagi Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia, untuk menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili Permohonan Pemohon, sehingga beralasan hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," papad Yusril.

Quote