Ikuti Kami

Dari Sukarno, Budi Belajar Keterkaitan Sains dengan Politik

Pengalaman itu dia ungkapkan dalam beberapa cuitan di akun Twitternya, pada hari kelahiran Bung Karno, 1 Juni 2021. 

Dari Sukarno, Budi Belajar Keterkaitan Sains dengan Politik
Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko.

Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengungkapkan pengalamannya 'berkenalan' dengan pemikiran Proklamator Kemerdekaan Indonesia, sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, atau yang dikenal oleh rakyat dengan panggilan Bung Karno. 

Pengalaman itu dia ungkapkan dalam beberapa cuitan di akun Twitternya, pada hari kelahiran Bung Karno, 1 Juni 2021. 

"Hari ini #120TahunBungKarno. Apa arti dia di mataku? Kpn pertama mengenalnya? Tak ingat. Yg jelas, kata nenekku, saat kecil aku digendong pak Tumin (adiknya). Ditunjukkan foto Bung Karno & sejak itu kupanggil pak Tumin dgn 'Pak Kano'. Usia berapa? Tak ingat," ujar Budiman.

Baca: Bung Karno dan Tahun Vivere Pericoloso

Budiman melanjutkan, saat SD dia membaca kisah Bung Karno dari buku koleksi bapaknya. Buku itu berjudul, "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia". 

"Banyak kisah desa, Indonesia & dunia dari kacamata Bung Karno. Aku dikenalkan dengan si Marhaen. Pelajaran politik pertama: untuk menolong Marhaen harus melawan Belanda," ujar Budiman. 

Kemudian, lanjut Budiman, saat duduk di bangku SMP kelas 2, dirinya menemukan buku koleksi kakeknya, yang "Di Bawah bendera Revolusi" dan "CIVIC". 

"Kutemukan di gudang. Berisi artikel2 & pidato2 Bung Karno. Dari situ aku belajar bahwa saat bekerja harus bersuara & saat bersuara harus bekerja. Agar orang2 tak menafsir seenaknya," ujar Budiman. 

Saat SMP kelas 3, setelah habis-habisan berdebat dengan gurunya tentang posisi sejarah Bung Karno, Budiman membuat karya tulis tentang Partai Nasional Indonesia (PNI). 

"Ku resensi buku 'PNI & Kepolitikannya' karya Nazarudin Sjamsudin u/ tugas sekolah. Kubuat lambang PNI & kutempel di atas pintu rumah kakekku," ungkap Budiman. 

Lalu, saat  SMA di Yogya, Budiman berkenalan dengan aktivis-aktivis mahasiswa. Dia membaca berbagai buku dan mengikuti diskusi.

"Dari mereka aku belajar bahwa Bung Karno memerdekakan Indonesia tapi warisan organisasinya, PNI, dikebiri habis dalam PDI. Tapi tak apa, krn Bung Karno, aku kampanye PDI 1987," ungkap Budiman. 

Budiman pun mencari warisan-warisan politik Bung Karno yang murni dan tersisa di Jakarta, Yogya dan Semarang. Dia menemui senior-senior di kelompok  Gerakan Rakyat Marhaen (GRM) di 3 kota itu.

"Aku berharap ada persiapan revolusi. Tapi tak kunjung tiba. Aku kecewa," ujar Budiman. 

Selama kuliah, Budiman kemudian belajar bahwa Bung Karno pun meletakkan visi untuk Indonesia maju dari aspek sains dan teknokogi, dengan mengirim ribuan anak muda Indonesia belajar nuklir, pertanian, eksplorasi ruang angkasa dan lainnya. Tapi mereka tak bisa kembali ke Indonesia karena dimusuhi rezim Orde Baru. 

Baca: Hari Lahir Pancasila, Pemikiran dan Pandangan Bung Karno

"Di sekitar thn 1992 juga aku baca wawancara Kompas atau Tempo (lupa), dengan Prof Samaun Samadikun, Guru Besar Mikroelektronika ITB yang bercerita tentang obsesinya membangun Silicon Valley Indonesia di sekitar Bandung. Terinspirasi dr lokasi kuliah dia di Stanford," ungkap Budiman. 

Budiman menyatakan, wawancara Prof Samaun Samadikun tahun 1992 itu begitu menancap di otaknya sampai dalam hati dia berkata, 

"Ini yang dimaui Bung Karno tapi digagalkan Orba. Aku mau ikut proyek Silicon Valley ini suatu saat. Tapi untuk itu Orde Baru harus diganti dulu. Fokus jadi aktivis dulu lah"

"Dari Bung Karno aku belajar bahwa kemajuan sains teknologi suatu bangsa tak terlepas dari politik dan geopolitik. Begitulah aku hari ini mau mengenang #120TahunBungKarno. 'Mari, Bung...rebut kembali!'," ujar Budiman.

Quote