Refleksi Kudatuli: Momentum Perteguh Komitmen untuk Rakyat

Oleh: Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto
Senin, 30 Juli 2018 10:05 WIB Jurnalis - Gabriella Thesa Widiari

Yogyakarta, Gesuri.id - Hari ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memperingati peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996, saat itu kita melihat bahwa kepemimpinan arus bawah dari Ibu Megawati Soekarnoputri digencet, dihancurkan dengan segala cara oleh kekuasaan yang sangat otoriter. Kekuasaan pada saat itu mencoba membungkam yang namanya demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu sendiri.

Kita masih ingat betul bagaimana saat itu di Jalan Diponegoro 58 berdirilah mimbar demokrasi, mimbarnya rakyat. Di situ kita diingatkan pesan Bung Karno bahwa ketika kita berbicara di pondium maka kita berbicara sebagai penyambung lidah rakyat indonesia. Karena itulah pada peringatan 27 Juli tersebut kita juga mengingat bahwa sejatinya demokrasi berasal dari rakyat, kedaulatan ada di tangan rakyat dan tidak ada pemimpin lahir tanpa dukungan rakyat.

Baca: Menanti Janji Penuntasan Kasus Kudatuli

Karena itu kita melihat, bapak presiden kita, Joko Widodo di mana pada tanggal 23 Februari 2018 lalu Ibu Megawati Soekarnoputri setelah mendengar aspirasi rakyat, maka Ibu Megawati Soekarnoputri mengambil keputusan untuk mencalonkan Bapak Jokowi sebagai calon presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan. Mengapa? Karena dalam penilaian Ibu Megawati Soekarnoputri dan juga dari aspirasi rakyat indonesia, Bapak Jokowi dinilai betul-betul mampu memahami apa itu demokrasi untuk rakyat. Sehingga jika Pak Jokowi tidak blusukan di tengah rakyat, ketika Pak Jokowi tidak datang berdialog dengan rakyat, Pak Jokowi bisa masuk angin. Maka Pak Jokowi harus datang di tengah rakyat, berdialog dengan rakyat dan itulah kepemimpinan Marhaenis yang memperjuangkan wong cilik. Para petani, buruh, pedagang dan sebagainya.

Itulah yg menjadi salah satu semangat ketika mimbar demokrasi itu diadakan di Jalan Diponegoro 58, sebagai tanggung jawab untuk memperkuat demokrasi arus bawah melawan pemerintahan otoriter Soeharto saat itu. Ketika mimbar demokrasi itu dibuka maka bergemalah suara rakyat dari seluruh pelosok Indonesia yang selama 32 tahun tenggorokannya terkunci rapat-rapat tidak bisa menyuarakan apa itu hakikat mendapatkan kesejahteraan untuk rakyat. Tetapi dengan mimbar demokrasi itu kita bisa melihat bersama bagaimana kebuntuan akhirnya bisa dibuka, bagaimana kekuatan arus bawah akhirnya mampu mengalahkan kekuasaan yang otoriter.

Baca juga :