Pendidikan Multikultural Hidupkan Roh Inklusif Pancasila

Oleh: Eva Kusuma Sundari (Ketua Kaukus Pancasila, Anggota DPR RI F-PDI Perjuangan, Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan PDI Perjuangan)
Rabu, 02 Mei 2018 23:59 WIB Jurnalis - Nurfahmi Budi Prasetyo

SIKAP terbelah masyarakat akibat berbagai perbedaan berdasar unsur-unsur primordial berpotensi memicu konflik dan kekerasan fisik dan luka batin. Pilkada DKI pada 2017, misalnya, telah mengoyak masyarakat secara mendalam dan berkelanjutan karena tidak ada pihak yang menginisiasi proses rekonsiliasi.

Upaya membelah masyarakat tidak terhenti setelah pilkada. Sosial media tetap gencar menyebar kebencian dan intoleransi. Sementara itu, kita sering diyakinkan bahwa perbedaan harus disyukuri dan bisa diolah secara produktif untuk menjadi kekuatan. Namun, bagaimana mewujudkannya?

Dunia pendidikan memiliki peran dan fungsi strategis dalam membentuk karakter siswa dan bangsa sehingga menjadi pilihan untuk menanamkan kesetaraan dari Pancasila dan demokrasi. Sekolah harus mengajarkan dan dikelola dengan merangkul keberagaman (inklusif) sehingga siswa menyikapi perbedaan penuh kecintaan.

Kita diwarisi filosofi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mengrwa yang dilembagakan dalam tata pemerintahan dan menjadi ideologi Majapahit. Jaminan kebebasan beragama ini mampu meredam konflik internal antara pemeluk agama Buddha dan Syiwa, sehingga dengan persatuan Majapahit bisa membangun imperium dunia di abad 14.

Filosofi tersebut indah karena tidak hanya menjamin kesetaraan dalam kebhinekaan agama, tetapi juga suku, ras maupun golongan di Indonesia; karena agama sering melekat dengan ketiganya. Konsep pendirian negara bangsa (nation state) oleh Sukarno menegaskan asas kesetaraan dalam ketatanegaraan, di mana setiap orang dijamin berkedudukan sama di hadapan hukum.

Baca juga :