Jakarta, Gesuri.id Pegiat HAM yang juga mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menegaskan, rangkaian bencana ekologis yang terjadi di Indonesia, mulai dari kerusakan hutan hingga banjir besar di Sumatera: bukanlah bencana alam, melainkan bencana akibat kebijakan negara yang gagal. Hal ini ia sampaikan dalam Seminar Nasional Hari Antikorupsi Sedunia di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Selasa (9/12).
Fatia mengungkapkan, sejak 2021 ia bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil telah meneliti politik ekonomi pertambangan di Papua, khususnya di Intan Jaya. Riset tersebut mengungkap sengkarut keterlibatan pejabat publik dalam bisnis ekstraktif yang merusak ekologi Papua dan memicu pelanggaran HAM.
Banyak perusahaan tambang ilegal maupun legal yang operasionalnya tidak pernah memikirkan dampak lingkungan. Parahnya, beneficial owner-nya pejabat sendiri, ujarnya.
Ia menyebut salah satu pejabat yang dikritiknya pada masa lalu adalah Luhut Binsar Pandjaitan, salah satu raja terakhir di era Jokowi. Fatia jugamemberi sindiran kritik terhadap pejabat kerap berujung kriminalisasi. Namun, ia menegaskan kritiknya ditujukan untuk perbaikan tata kelola negara.
Menurut Fatia, praktik koruptif dalam industri ekstraktif tidak hanya terjadi melalui suap uang, tetapi juga melalui benturan kepentingan antara pejabat publik dengan perusahaan tambang. Politically exposed person ikut punya bisnis tambang. Itu konflik kepentingan besar-besaran, katanya.