Jakarta, Gesuri.id - Wacana amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan GBHN model baru atau PPHN yang digulirkan MPR sejak tahun 2014 lalu terus menuai pro-kontra di tengah masyarakat.
Terdapat dua kutub pendapat dan sikap masyarakat terkait hal tersebut, pertama kelompok masyarakat yang setuju dan kedua, kelompok masyarakat yang tidak setuju bangsa Indonesia kembali memiliki haluan negara dan haluan pembangunan nasionalnya dengan berbagai argumentasi dan kepentingan yang melatarbelakanginya.
Mereka yang setuju menganggap bahwa negara Indonesia yang sangat besar dan banyak penduduknya ini tidak bisa rencana pembangunan nasionalnya hanya diserahkan kepada basis Visi, Misi dan Program perseorangan Calon Presiden (Capres) yang ketika Sang Capres tersebut menang dalam pemilu presiden, Visi, Misi dan Program Capres tersebut dirubah menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) selama lima tahun ke depan. Walhasil, setiap ganti Presiden, dan juga ganti Kepala Daerah, Visi, Misi dan Program pembangunan nasional dan daerah akan berganti pula program dan kebijakan pembangunannya. Situasi tersebut menimbulkan ketidakpastian arah pembangunan nasional, dis-continuitas pembangunan dan sering terjadi mis-koordinasi antara konsep serta pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Baca:SoalAmandemenUUD 1945 Jangan Terlalu Melebar Dibahas