Jakarta, Gesuri.id - Dalam mitologi Bali, menceritakan tentang raja yang sombong yaitu Mayadanawa, pada masa kepemimpinannya itu, ia memaksa rakyat untuk menyembah dirinya dan rakyat dilarang menyembah dewanya.
Tindakan ini melanggar Dharma yang telah merusak kehidupan spiritual dan menggangu keseimbangan alam. Atas perbuatan itu Dewa Indra turun untuk menghentikan perbuatan Mayadanawa, terjadilah peperangan besar antara Pasukan Dewa Indra dengan pasukan Mayadanawa.
Dikarenakan posisi pasukan Mayadanawa sudah mulai terdesak atas serangan pasukan Dewa Indra, Mayadanawa beserta pasukannya melarikan diri dan dalam pelariannya itu, Mayadanawa melakukan perbuatan licik dengan meracuni setiap mata air, sungai dan telaga yang ia lewati, perbuatan licik itu bermaksud agar pasukan Dewa Indra keracunan ketika meminumnya.
Perbuatan licik Mayadanawa semata-mata agar menyelamatkan diri dan kekuasaanya tetapi mengabaikan dampak akibat perbuatannya.
Dalam konteks kekinian, sosok Mayadanawa dapat dibaca sebagai metafora kepemimpinan masa lalu yang memberikan izin pembukaan lahan sawit secara masif, membiarkan hutan-hutan dibabat, menutup mata atas maraknya tambang-tambang ilegal yang merusak daerah aliran sungai dan bekas galian tambang dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemulihan dan penataan kembali.