Kontemplasi Ketua Umum PDI Perjuangan 

Diperlukan kepemimpinan yang paham persoalan friksi dalam geopolitik juga mengarahkan bangsa ini berdaulat di segala sektor.
Kamis, 14 Oktober 2021 10:43 WIB Jurnalis - Anton DH Nugrahanto

Jakarta, Gesuri.id - Lansekap politik setelah tahun 2024 akan diwarnai bukan sekedar friksi-friksi nasional tapi juga pertarungan geopolitik. Posisi Indonesia yang strategis berada dalam pertarungan geopolitik besar antara RRC dan Amerika Serikat dalam rebutan pengaruh di Asia-Pasifik. Jelasnya persoalan-persoalan bangsa ini tidak lagi didominasi persoalan domestik tapi lebih kepada persoalan geopolitik serta pengaruhnya di negara-negara kawasan.

Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang paham persoalan friksi dalam geopolitik juga mengarahkan bangsa ini berdaulat di segala sektor. Jadi keputusan siapa yang dicalonkan dari PDI Perjuangan tidak sekedar persoalan elektabilitas tapi kemampuan menjawab tantangan kepemimpinan itu.

Keputusan DPP PDI Perjuangan akan memberikan sanksi bagi kader PDI Perjuangan yang ikut-ikutan dalam dalam deklarasi pencalonan capres dan cawapres pada pertarungan politik 2024 sebelum keputusan resmi dari Ketum PDI Perjuangan, mengundang polemik di tengah masyarakat. Banyak yang mengira keputusan DPP PDI Perjuangan ini sangat tidak demokratis dan tidak mendengarkan suara rakyat sehingga bermunculan kritik yang utamanya ditujukan pada Sekjen PDI Perjuangan sebagai pelontar kata-kata sanksi ini.

Sebenarnya keputusan DPP PDI Perjuangan untuk menerapkan sanksi bagi kader yang ikut-ikutan deklarasi Capres dan Cawapres 2024 adalah menjaga suasana kontemplasi Ketua Umum PDI PerjuanganMegawati dalam menentukan siapa yang dipilih PDI Perjuangan dalam kontestasi 2024. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah hal penting dan PDI Perjuangan melihat itu hanya Ketua Umum Megawati-lah penentu siapa kandidat terbaik yang dicalonkan berdasarkan banyak pertimbangan dan juga melalui kontemplasi spiritual yang dalam.

Baca juga :