Jakarta, Gesuri.id - Dari konflik Palestina vs Israel kita melihat bahwa empati meredam perbedaan-perbedaan politik, intelektualitas dan gaya hidup dalam rasa yang sama. Kita, dan segenap manusia yang berperadaban, muak menonton kolonialisme dipraktikkan begitu vulgarnya oleh Israel terhadap rakyat Palestina. Perikemanusiaan diluluhlantakan begitu sistematisnya.
Empati semacam itu sebenarnya memiliki jejak yang panjang dalam sejarah kita. Palestina adalah bangsa pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Tidak heran kalau Bung Karno menunjukkan dukungan yang sangat emosional terhadap Palestina. Si Bung Besar itu pernah mengusir Israel dari ajang Asian Games di Jakarta tahun 1962, walaupun dengan risiko Indonesia dicoret dari keikutsertaan di pesta olahraga tersebut pada perhelatan berikutnya di Tokyo.
Sikap Bung Karno dalam masalah Palestina itu sangat jelas dan tegas, bahwa Israel adalah penjajah yang harus hengkang dari bumi Palestina. Sikap itu pula yang diikuti dan dilanjutkan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia hingga sekarang. Kita mewarisi gelora Para pendiri bangsa dalam perjuangan melunasi dukungan bangsa palestina. Rasa empati yang begitu kuat mengalahkan perbedaan data, sudut pandang dan rumitnya teori konspirasi serta perebutan eksistensi.
Pidato Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, di forum PBB belum lama ini sekali lagi menegaskan sikap serupa. Bahwa apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina adalah sebuah penjajahan. Bahwa sebagai bangsa yang pernah mengalami penderitaan akibat penjajahan, Indonesia terpanggil untuk ikut menjaga perdamaian dunia, membangun kemanusian yang ber-keadilan dan ber-peradaban.
Rasa dan empati terhadap nasib rakyat Palestina tumbuh tak-terelakkan. Meski prahara wabah virus corona masih mengintai dan merenggut kehidupan banyak orang, masyarakat kita tetap bahu membahu membantu dan mendukung perjuangan sesama yang tak dikenalnya dengan berbagai cara.