Organisasi Penggerak dan Harapan Baru Kualitas Pendidikan

Oleh: Amilan Hatta, Balitbang DPP PDI Perjuangan dan Persatuan Alumni GMNI.
Kamis, 12 Maret 2020 12:41 WIB Jurnalis - Hiski Darmayana

Jakarta, Gesuri.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru saja meluncurkan Program Organisasi Penggerak. Program ini adalah program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Program ini berfokus pada peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Selama ini pemerintah hanya melakukan sendiri cara-cara untuk meningkatkan minat belajar hingga pemaksimalan potensi SDM di sekolah, kini dengan terobosan baru Mendikbud Nadiem Makarim, pemerintah melibatkan organisasi masyarakat untuk sama-sama berpartisipasi dalam mencerdaskan anak bangsa.

Pokok dari program ini terbagi menjadi empat yaitu Sekolah Penggerak, Program Organisasi Penggerak, lalu Monitoring dan Evaluasi baru kemudian masuk pada tahap Lini Masa Program Organisasi Penggerak.

Dalam sekolah penggerak, kepala sekolah, guru, siswa dan komunitas masing-masing memiliki peran tersendiri, kepala sekolah dan guru dituntut untuk meninggalkan cara lama dan memakai cara baru seperti mengembangkan potensi guru dalam mengajar hingga guru diharapkan berpihak kepada anak murid dan mulai mengajar sesuai tahap perkembangan siswa (teach at the right level), sementara segenap orang tua, tokoh, serta organisasi masyarakat harus mampu menyokong sekolah dalam meningkatkan kualitas belajar siswa.

Sebelumnya Kemendikbud telah melakukan banyak inisiatif untuk mengintervensi sekolah diantaranya dibuatnya program Sekolah Rujukan, Sekolah Model, Sekolah Imbas, Sekolah Standar Nasional (SNI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), namun inisiatif-inisiatif ini tidak sedikit yang terhenti ditengah jalan akibat kurangnya komitmen dari para pemangku kepentingan, berakhirnya pendanaan dari donor, tidak adanya tenaga ahli di lapangan untuk melanjutkan inovasi-inovasi yang telah dikembangkan, serta partisipasi dan keterlibatan komunitas luar masih tidak begitu kuat dalam menjaga keberlanjutan inovasi-inovasi yang dijalankan.

Baca juga :