Jakarta, Gesuri.id - Setiap kali tanggal 28 Oktober tiba, ingatan kita langsung melayang pada Sumpah Pemudaikrar suci yang mempersatukan anak bangsa dari berbagai suku, agama, dan daerah. Umumnya, pikiran kita pun tertuju pada Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta, tempat bersejarah yang menjadi saksi lahirnya semangat persatuan Indonesia.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa sehari sebelum ikrar Sumpah Pemuda diucapkan, sebagian jalannya Kongres Pemuda II justru berlangsung di area Gereja Katedral Jakarta. Ya, sejarah ternyata menyimpan kisah yang jarang terungkap: pada Sabtu, 27 Oktober 1928, para pemuda berkumpul di Gedung Katholieke Social Bond (KSB) gedung milik Perhimpunan Sosial Katolik, yang kini menjadi bagian dari kompleks Museum Katedral.
Cerita tentang peran Gereja Katedral dalam Sumpah Pemuda ini sering terlewatkan, tutur Ira Lathief, pemandu Wisata Kreatif Jakarta, dalam tur virtual bertema Sumpah Pemuda yang digelarnya pada 30 Oktober 2020. Kongres hari pertama itu diselenggarakan di aula Katholieke Jongenlingen Bond (Perhimpunan Pemuda Katolik), yang sekarang menjadi aula Museum Katedral, jelasnya.
Usulan agar kongres digelar di tempat itu datang dari Johannes Leimena, tokoh muda Jong Ambon yang beragama Katolik. Saat itu, para pemuda kerap berkumpul di rumah kos Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat. Leimena mengusulkan agar sesi kongres hari pertama dipindahkan ke aula KSB yang lebih luas agar bisa menampung lebih banyak peserta. Usul itu pun disambut dengan antusias.
Di aula yang sejuk dan penuh semangat muda itulah, Mohammad Yamin berdiri dan menyampaikan pidatonya yang terkenal tentang Pemuda dan Persatuan Indonesia. Ia berbicara tentang lima faktor pemersatu: sejarah, bahasa, hukum/adat, pendidikan, dan kehendak untuk bersatu.