'Pil Pahit' Kebijakan Rusun DKI Jakarta, Legislator Kecewa 

Kenaikan harga sewa rusunawa efektif berlaku per 1 Oktober 2018.
Rabu, 15 Agustus 2018 11:53 WIB Jurnalis - Effatha Gloria V.G. Tamburian

Bak pepatah lama mengatakan: habis manis sepah dibuang. Itulah yang saat ini tengah dirasakan masyarakat DKI Jakarta yang selama ini telah menikmati hasil pembangunan rumah susun yang sehat dan murah di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan kemudian dilanjutkan oleh Djarot Saiful Hidayat.

Warga miskin Ibukota yang selama ini tidak memiliki tempat tinggal dan hanya hidup di bantaran kali sungai Ciliwung yang membelah wilayah Ibukota DKI Jakarta, kala itu mendapatkan sebuah harapan besar yang bersinar dengan didirikannya puluhan ribu rumah susun oleh Ahok dengan biaya sewa per bulannya yang amat murah. Itupun untuk biaya kebersihan dan keamanan yang memang dibutuhkan oleh penghuni setempat.

Baca:TarifRusunNaik, Revitalisasi Batal, Legislator Kesal

Ahok kala itu telah menghitung bahwa untuk membangun 1 unit rumah susun itu bisa seharga Rp 200 juta-250 juta. Namun Ahok tak akan menjualnya melainkan menyewakannya alias dengan skema Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa).

Meski berjudul sewa, menurut Ahok, sebenarnya masyarakat yang menghuni rusun hanya akan dibebankan biaya sebesar Rp 5.000- Rp 15.000/hari saja. Biaya itu dibayarkan untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan.

Baca juga :