Ikuti Kami

'Pil Pahit' Kebijakan Rusun DKI Jakarta, Legislator Kecewa 

Kenaikan harga sewa rusunawa efektif berlaku per 1 Oktober 2018.

'Pil Pahit' Kebijakan Rusun DKI Jakarta, Legislator Kecewa 
Ilustrasi. Salah satu rusunawa yang dibangun Ahok.

Bak pepatah lama mengatakan: habis manis sepah dibuang. Itulah yang saat ini tengah dirasakan masyarakat DKI Jakarta yang selama ini telah menikmati hasil pembangunan rumah susun yang sehat dan murah di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan kemudian dilanjutkan oleh Djarot Saiful Hidayat.

Warga miskin Ibukota yang selama ini tidak memiliki tempat tinggal dan hanya hidup di bantaran kali sungai Ciliwung yang membelah wilayah Ibukota DKI Jakarta, kala itu mendapatkan sebuah harapan besar yang bersinar dengan didirikannya puluhan ribu rumah susun oleh Ahok dengan biaya sewa per bulannya yang amat murah. Itupun untuk biaya kebersihan dan keamanan yang memang dibutuhkan oleh penghuni setempat.

Baca: Tarif Rusun Naik, Revitalisasi Batal, Legislator Kesal

Ahok kala itu telah menghitung bahwa untuk membangun 1 unit rumah susun itu bisa seharga Rp 200 juta-250 juta. Namun Ahok tak akan menjualnya melainkan menyewakannya alias dengan skema Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa).

Meski berjudul sewa, menurut Ahok, sebenarnya masyarakat yang menghuni rusun hanya akan dibebankan biaya sebesar Rp 5.000- Rp 15.000/hari saja. Biaya itu dibayarkan untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan. 

Namun, bak pil pahit yang harus ditelan warga Jakarta saat ini... sudah miskin tertimpa tangga pula... Gubernur Anies Baswedan telah mengeluarkan Pergub yang menaikkan harga sewa rusunawa yang efektif akan berlaku per 1 Oktober 2018 mendatang.

Anies mengatur kenaikan tersebut dalam Pergub Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan. Aturan tersebut mengganti Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah.

Jadi, untuk warga relokasi, tarifnya termurah menjadi Rp 187.000/bulan, sedangkan untuk warga umum, tarif termurah jadi Rp 409.000/bulan.

Padahal Anies dalam kampanyenya saat ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta telah menjanjikan pembangunan rumah DP Nol persen bagi warga Jakarta yang tidak memiliki rumah. Belum lagi program tersebut dijalankan, malah banyak anggraan revitalisasi rusun yang dicoret dari daftar anggaran yang dulunya diminta setengah mati namun akhirnya disetujui oleh wakil rakyat yang duduk di DPRD DKI Jakarta. 

Bak disambar petir di siang bolong, revitalisasi rusun dibatalkan, malahan harga sewa rusun dinaikkan. Sontak legislator kesal dibuatnya.

Anggota Komisi D DPRD DKI Pandapotan Sinaga kesal karena Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman terkesan terlalu mudah mencoret anggaran. "Padahal waktu kalian minta anggaran itu, kalian mintanya kayak mau nangis, tetapi sekarang tidak bisa dieksekusi," kata Pandapotan. 

DPRD DKI Jakarta kecewa setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencoret anggaran delapan rumah susun pada anggaran penerimaan dan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2018. 

Anggaran mencapai Rp1,3 triliun itu dirancang pada era jabatan gubernur masih dipegang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pandapotan menyayangkan alasan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hanya karena tak mampu menyelesaikan dalam tenggat waktu yang ada.

Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budihastuti mengatakan pencoretan anggaran tersebut dilakukan akibat ada pergantian kepemimpinan. Ia mengatakan pergantian itu berdampak pada proyek-proyek multitahun yang akan berbenturan dengan regulasi. 

Sebelumnya, dalam dokumen Perubahan RKPD (rancangan kerja pembangunan daerah) Tahun Anggaran 2018, Anies mencoret anggaran delapan rusun senilai Rp1.341.226.299.262 atau Rp1,3 triliun.

Baca: Anies Naikkan Tarif Rusun, Gembong: Program DP Nol Persen?

Lebih 14 Ribu Warga Terancam

Lebih dari 14 ribu warga Jakarta terancam tak punya hunian usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan mencoret anggaran pembangunan tiga rumah susun pada APBD-P 2018.

Sebelumnya, Anies mengusulkan untuk mencoret anggaran delapan rumah susun dalam pembahasan APBD-P 2018. Delapan rusun itu telah dianggarkan sejak era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Lima dari delapan rusun sudah rampung dikerjakan. Tinggal menunggu proses pembayaran yang masih tersendat. Sementara tiga lainnya belum dikerjakan sama sekali.

Jika usulan Anies diketok DPRD, maka tak ada pembangunan rusun baru di Jakarta tahun ini. Padahal jumlah rusun yang ada saat ini belum mampu menutupi kebutuhan hunian warga Ibu Kota.

Kebijakan Kontraproduktif

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DKI Gembong Warsono juga kembali mempertanyakan sejauh mana program Rumah DP Nol Persen yang dijanjikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Pasalnya, hal itu belum juga terealisasi malahan Anies mengeluarkan pergub yang menaikkan tarif sewa rusunawa di DKI Jakarta. 

"Menaikkan rusun itu kebijakan kontraproduktif dengan program DKI. DKI kan akan programnya memberikan rumah layak bagi warga Jakarta," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DKI Gembong Warsono, Selasa (14/8).

Untuk itu, Gembong meminta Anies menjalankan terlebih dahulu program Rumah DP Rp 0 sebelum menaikkan tarif sewa rusun. Dia menyayangkan Anies menjalankan kebijakan yang dinilainya terburu-buru.

"Harusnya kalau mau menaikkan, program rumah DP Rp 0 jalan dulu, kan ada pilihan. Sekarang nggak ada pilihan malah dinaikkan," ucapnya.

Baca: Anies Coret Anggaran Rusun, Legislator: Mintanya Mau Nangis

Gembong khawatir kebijakan tersebut akan membebani warga kurang mampu. Dia menilai pemerintah sebaiknya tidak menaikkan tarif rusun dengan menambah subsidi.

"Kalau kemampuan terbatas maka program pengentasan perumahan terhambat, itu yang tidak kehendaki," terangnya.

Harga sewa rusunawa naik per 1 Oktober 2018. Kenaikan harga sewa rusunawa, salah satunya, terkait biaya perawatan.

 "Kami melihat biaya perawatan dan sebagainya, kan ada kenaikan," ujar Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti.

Rusunami Anies vs Rusunawa Ahok

Rumah DP Nol Rupiah program Anies-Sandi yang groundbreaking-nya pada bulan Januari 2018 di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, mengundang banyak tanya. 

Program hunian yang ditawarkan Anies adalah Rusunami (Rumah susun sederhana milik) sedangkan Ahok adalah Rusunawa (Rumah susun sederhana sewa). Dari namanya aja kita bisa tahu bahwa konsep hunian yang ditawarkan Anies adalah kepemilikan, sedangkan Ahok adalah sewa.

Karena konsepnya kepemilikan, maka sudah tentu rumah DP Rp0 Anies harus dibeli. Pasalnya, banyak warga DKI yang masih berpikir bahwa DP Rp0 itu berarti penawaran rumah gratis. Rumah DP Nol Rupiah itu ditawarkan dengan harga Rp185 juta untuk Tipe 21 dan Rp320 juta untuk Tipe 36.

Adapun skema pembayarannya dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yakni pembiayaan perumahan dengan skema subsidi dari pemerintah, bekerja sama dengan bank nasional yang telah menyediakan fasilitas tersebut. Suku bunganya rendah yakni 5% dan berlaku flat selama masa cicilan antara 15 sampai 20 tahun.

Kalau kita ambil masa cicilan (tenor) 15 tahun dengan bunga 5%, maka rumah DP Rp0 seharga Rp185 juta bisa dicicil sekitar Rp1,5 juta per bulan atau persisnya Rp1.462.968. Sedangkan untuk rumah seharga Rp320 juta, besar cicilannya sekitar Rp2,5 jutaan atau tepatnya Rp2.530.539.

Bagaimana dengan biaya pemeliharaannya? Mengingat kalau tinggal di hunian vertikal biasanya ada biaya pemeliharaan kebersihan dan keamanan. Menurut Sandiaga Uno, hal ini digodog dalam Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Lantas, bagaimana program Rusunawa Ahok? Hunian ini terutama diperuntukkan bagi warga DKI yang direlokasi dan penghasilannya sangat minim yakni sekitar Rp3 juta/bulan. Buat mereka ini disediakan Rusunawa Tipe 36 untuk disewa, bukan dijual.

Baca: Legislator Sesalkan Anies Coret Rusun Ahok, Warga Terancam

Meskipun disebut sewa, tapi sebenarnya penghuni Rusunawa hanya dibebankan biaya pemeliharaan dan kebersihan sebesar Rp5 ribu-Rp15 ribu per hari saja.

Karena penghuni relatif berpenghasilan rendah (Rp3 juta ke bawah), maka penghuni Rusunawa diberikan fasilitas penunjang mulai dari transportasi TransJakarta gratis hingga layanan kesehatan dan KJP (Kartu Jakarta Pintar). 

Asumsinya, dengan semua subsidi tersebut, para penghuni Rusunawa bisa menghemat pendapatannya untuk ditabung guna kelak mampu beli hunian yang lebih layak.

Quote