Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema menilai, Presiden Joko Widodo tak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).
Menurut Ansy, Perppu KPK adalah hak subjektif presiden dan sifatnya sementara saja. Berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa sebaiknya mengajukan gugatan atas UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar keputusannya mengikat dan permanen.
Baca:RKUHP Revisi UUKPK: Semua Akan Indah Pada Waktunya
Mantan aktivis 1998 itu mengatakan, tidak ada kondisi kegentingan yang memaksa Presiden menerbitkan Perppu KPK. Tidak pula ada kekosongan hukum yang mengharuskan perlu diterbitkan Perppu.
Saya menilai demonstrasi mahasiswa bukan kondisi kegentingan memaksa. Suara mereka didengar, direspons secara baik oleh presiden dan DPR. Presiden dan DPR tidak menutup telinga, justru mendengar suara-suara di ruang publik. Respons itu sudah dibuktikan melalui penundaan pengesahan RUU KHUP, RUU Minerba, RUU PKS dan RUU Pertanahan. Empat dari lima tuntutan mahasiswa dipenuhi presiden. Bahkan presiden mengundang mahasiswa untuk berdiskusi, namun ditolak mahasiswa. Itu menunjukan bahwa presiden dan DPR terbuka terhadap koreksi dan sadar bahwa proses pengambilan keputusan politik bisa keliru. Ini yang oleh filsuf Karl Popper disebut konsep falsifikasi dalam proses pengambilan kebijakan, kata Ansy, kepada gesuri.id, Sabtu (5/10).