Mencekik Suara Rakyat: Pembredelan Pers di Bawah Bayang Kekuasaan Orde Baru

Pembredelan atau penutupan paksa media menjadi senjata utama negara untuk menjaga citra stabilitas politik & menekan para pengeritik
Jum'at, 07 November 2025 19:25 WIB Jurnalis - Nurfahmi Budi Prasetyo

Jakarta, Gesuri.id Kebebasan pers adalah napas demokrasi. Namun, pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, napas itu nyaris terhenti. Pemerintah kala itu menggunakan berbagai instrumen politik dan hukum untuk membungkam media yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan penguasa.

Di balik jargon Pers Pancasila yang katanya bebas dan bertanggung jawab, kebebasan tersebut sesungguhnya dibatasi secara ketat. Pers tidak lagi menjadi corong rakyat, melainkan alat legitimasi kekuasaan. Pembredelanatau penutupan paksa mediamenjadi senjata utama negara untuk menjaga citra stabilitas politik dan menekan kritik terhadap pemerintah.

Kontrol Ketat Lewat SIUPP

Salah satu instrumen pengendalian paling efektif adalah Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), izin yang wajib dimiliki oleh setiap media agar bisa terbit secara legal. Kementerian Penerangan kala itu memiliki kuasa absolut untuk mencabut SIUPP kapan saja tanpa perlu keputusan pengadilan.

Bagi media yang memberitakan isu sensitif, mengkritik kebijakan pemerintah, atau dianggap menghasut, pencabutan izin menjadi vonis mati. Wartawan kehilangan pekerjaan, redaksi dibubarkan, dan masyarakat kehilangan sumber informasi yang independen.

Baca juga :