Ahmad Ali dan PSI Lupa Sejarah, Mengail di Air Keruh dan Rontoknya Idealisme

Oleh: Yogen Sogen, Kader Muda PDI Perjuangan (PDIP).
Minggu, 23 November 2025 22:00 WIB Jurnalis - Effatha Gloria V.G. Tamburian

Jakarta, Gesuri.id - Pernyataan Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ahmad Ali, yang menuduh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak memberikan penghargaan yang layak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), adalah narasi yang menyesatkan, dangkal, dan sarat motif politik murahan.

Tuduhan yang dilemparkan ini seolah-olah PSI adalah pembela sejati martabat Jokowi. Padahal, tindakan ini hanyalah upaya taktis untuk mengail popularitas di tengah keretakan hubungan antara Jokowi dan PDI Perjuangan, sekaligus menutupi rontoknya idealisme yang pernah mereka gembar-gemborkan.

Klaim Ahmad Ali bahwa karier politik Jokowi sepenuhnya karena dukungan rakyat dan bukan karena PDI Perjuangan adalah bentuk dekonstruksi sejarah yang tidak bertanggung jawab. Mari kita jujur dengan tegas, siapa yang membuka pintu politik bagi Jokowi? Jawabannya adalah PDI Perjuangan.

Kesaksian Sejarah, Bukan Fiksi

Sejak wali kota, gubernur, hingga presiden, Jokowi tidak dapat dipisahkan dari peran PDI Perjuangan. Ia pertama kali duduk di kursi Wali Kota Solo pada tahun 2005. Ia diusung dan didukung penuh oleh PDI Perjuangan.

Tanpa mesin politik, logistik, dan legitimasi dari PDI Perjuangan, langkah awal tersebut mustahil terwujud. Kemudian, di tahun 2012, PDI Perjuangan membawanya ke Jakarta. Puncak kekuasaan, dua periode sebagai Presiden, adalah manifestasi dari penugasan dan dukungan total PDI Perjuangan. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dengan segala otoritasnya dan sepenuh hati dalam langkah politiknya memuluskan jalan Jokowi menuju Istana.

Baca juga :