Catatan Tinta Emas Sang Proklamator

Oleh: Fajar Ahmad Huseini, Ketua DPD Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika Sulawesi Selatan.
Rabu, 11 November 2020 14:00 WIB Jurnalis - Effatha Gloria V.G. Tamburian

Jakarta, Gesuri.id - Kesinambungan momentum paling bersejarah mulai dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 hari kemerdekaan bangsa Indonesia, kemudian terus saja bergerak menjadi sebuah perjalanan interpretasi spirit perjuangan yang sangat progresif.

Dikatakan progresif bukannya tanpa landasan, karena setelah Ir. Soekarno diamanahkan menjadi Presiden RI pertama, Bung Karno dalam proses perjuangannya tidak hanya sedang mempersiapkan langkah-langkah membangun infrastruktur konstitusi berbangsa dan bernegara, tapi sekaligus menafsirkan dimensi filosofi Pancasila dan UUD 1945, dengan cara meluaskan artikulasi pada setiap aspek pemaknaannya.

Pada konteks itu tentunya menjadi sangatlah menarik untuk diamati secara mendalam, dari perspektif tertentu. Ketika menelusuri kesinambungan arah jejaknya sampai pada momentum kesepakatan komitmen besar yang terjadi saat itu. Ketika dicetuskannya sebagai sebuah visi misi perjuangan pada konferensi Asia Afrika (KAA), yang dihadiri dua puluh sembilan pimpinan negara di kota Bandung.

Tepatnya pada tanggal 18 - 24 April 1955 atas muatan penegasan gagasan sang Proklamator Ir. Soekarno, merespon pertemuan Kolombo ketika mengutus Ali Sastroamidjojo diplomat jenius, beberapa waktu sebelumnya. Beliau juga sangat berperan besar atas terselenggaranya konferensi tersebut, sebagaimana diulas secara lengkap di buku The Bandung Connecting, karya Roeslan Abdulgani.

Sejarah mencatat dengan tinta emasnya, Bung Karno begitu sangatlah visioner dalam menatap cita-cita arah peradaban dunia, dengan merealisasikan konferensi Asia Afrika. Bahwa tafsir hidup filosofis Pancasila sebagaimana telah disinggung di atas, kemudian diterjemahkannya untuk menjawab sekaligus menyerukan kepada dunia bahwa kolonialisasi, imperialisme, rasisme, atau segala bentuk penjajahan harus dihentikan, karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur keadilan dan kemanusiaan.

Baca juga :