Darurat Kekerasan Seksual & Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Oleh: Agustina Doren S.SiT.,M.KM, Badan Penelitian Pusat PDI Perjuangan.
Kamis, 16 Desember 2021 15:15 WIB Jurnalis - Effatha Gloria V.G. Tamburian

Jakarta, Gesuri.id - Menurut hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2018, terdapat 1 dari 11 anak perempuan di Indonesia mengaku pernah mendapatkan bentuk kekerasan seksual.

Miris sekali saat ini remaja kerap tidak mengetahui bentuk dari kekerasan seksual itu sendiri padahal hal-hal kecil seperti siulan, main mata, hingga gerakan atau isyarat yang mengganggu perempuan sudah termasuk dalam hal seksual. Ketidakpahaman atas hal ini harus mulai diberi pemahaman kepada perempuan sehingga jangan sampai terjadi hal-hal lebih lanjut.

Akibat sedikitnya pengetahuan remaja akan bentuk kekerasan seksual, pendidikan kesehatan reproduksi dapat menjadi salah satu faktor untuk memahami kekerasan seksual sehingga hal ini dapat dicegah perlahan-lahan. Ada banyak remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diharapkan sehingga jika dibiarkan terus menerus tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini akan semakin memuncak. Remaja yang diam saja saat mendapatkan bentuk kekerasan seksual akan dianggap mengiyakan oleh pelaku sementara hal tersebut dilakukan karena remaja tersebut mungkin takut ataupun tidak tahu harus berbuat apa.

Pendidikan kesehatan reproduksi harus di sosialisasikan mulai dari mengenalkan alat reproduksi serta bagaimana merawat dan menjaga alat reproduksi sehingga remaja mampu mengenali diri secara baik terkhusus soal seksual baik dalam hal positif dan negatif, termasuk mencegah kehamilan dini serta aborsi.

Dengan diberikannya sosialiasi kesehatan reproduksi, remaja diharapkan mampu menolak dan tidak tinggal diam saat mendapatkan bentuk perlakuan kekerasan seksual, bahkan harusnya berani memberikan perlawanan.

Baca juga :