Ikuti Kami

Darurat Kekerasan Seksual & Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Oleh: Agustina Doren S.SiT.,M.KM, Badan Penelitian Pusat PDI Perjuangan.

Darurat Kekerasan Seksual & Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Agustina Doren S.SiT.,M.KM, Balai Penelitian Pusat PDI Perjuangan. (Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Menurut hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2018, terdapat 1 dari 11 anak perempuan di Indonesia mengaku pernah mendapatkan bentuk kekerasan seksual.

Miris sekali saat ini remaja kerap tidak mengetahui bentuk dari kekerasan seksual itu sendiri padahal hal-hal kecil seperti siulan, main mata, hingga gerakan atau isyarat yang mengganggu perempuan sudah termasuk dalam hal seksual. Ketidakpahaman atas hal ini harus mulai diberi pemahaman kepada perempuan sehingga jangan sampai terjadi hal-hal lebih lanjut.

Akibat sedikitnya pengetahuan remaja akan bentuk kekerasan seksual, pendidikan kesehatan reproduksi dapat menjadi salah satu faktor untuk memahami kekerasan seksual sehingga hal ini dapat dicegah perlahan-lahan. Ada banyak remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diharapkan sehingga jika dibiarkan terus menerus tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini akan semakin memuncak. Remaja yang diam saja saat mendapatkan bentuk kekerasan seksual akan dianggap mengiyakan oleh pelaku sementara hal tersebut dilakukan karena remaja tersebut mungkin takut ataupun tidak tahu harus berbuat apa.

Pendidikan kesehatan reproduksi harus di sosialisasikan mulai dari mengenalkan alat reproduksi serta bagaimana merawat dan menjaga alat reproduksi sehingga remaja mampu mengenali diri secara baik terkhusus soal seksual baik dalam hal positif dan negatif, termasuk mencegah kehamilan dini serta aborsi. 

Dengan diberikannya sosialiasi kesehatan reproduksi, remaja diharapkan mampu menolak dan tidak tinggal diam saat mendapatkan bentuk perlakuan kekerasan seksual, bahkan harusnya berani memberikan perlawanan. 

Sosialisasi mengenai apa yang harus dilakukan korban saat setelah menerima bentuk kekerasan seksual juga harus diberikan, misalnya melaporkan pelaku ke orang terdekat atau yang dipercaya misal saja orang tua. 

Beberapa kasus yang terjadi di bulan November 2021, sebut saja kasus pesantren di Bandung, kasus NW di Surabaya, banyak yang melalukan victim blaming atau menyalahkan korban serta tidak merespon dengan baik apa yang disampaikan korban.  Hal ini mungkin saja terjadi akibat dianggapnya ketabuang mengenai pembicaraan seperti ini di masyarakat. Padahal usia remaja adalah usia yang sangat rentan dalam mengalami kekerasan seksual. 

Faktanya remaja yang masih sangat muda dibawah 18 tahun akan kesulitan dalam melahirkan karena kondisi kesehatan yang masih sangat rentan, bahkan bisa mengalami pendarahan yang beresiko tinggi bagi ibu dan bayinya. 

Pendidikan seks adalah salah satu kunci untuk mengurangi persoalan ini, karena akan mampu memberikan pemahaman dan keterampilan mengenai bahayanya melakukan hubungan seksual diluar pernikahan dan dibawah umur.

Quote