Jakarta, Gesuri.id - Tujuhpuluh tahun lalu, Bandung menjadi saksi kebangkitan moral umat manusia. Pada 18-24 April 1955, lima puluh sembilan delegasi dari Asia dan Afrika memenuhi Gedung Merdeka dengan satu tekad: menolak hidup di bawah bayang-bayang imperium.
Mereka datang bukan dengan kapal perang, melainkan dengan luka kolonial yang sama, dengan harapan mengubah nasib dunia.
Di antara mereka berdiri Soekarno pemimpin yang tidak sekadar berbicara tentang kemerdekaan, tapi juga tentang harga diri bangsa-bangsa yang selama berabad-abad dipaksa membungkuk.
Dalam pidato pembuka Konferensi Asia-Afrika (KAA), ia menyerukan: Biarlah dunia mendengar bahwa Asia dan Afrika telah bangkit dari tidurnya yang panjang.
Kalimat itu bukan sekadar retorika. Ia adalah tanda mula bagi tatanan baru, zaman yang kemudian disebut Zaman Bandung zaman ketika Selatan berbicara dengan bahasa kemanusiaannya sendiri.