Ciputat, Gesuri.id Aktivis 98 dan Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menegaskan, wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sama saja dengan mengingkari semangat Reformasi 1998. Hal itu disampaikan dalam diskusi publik bertajuk Tolak Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto yang digelar Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), di Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (8/11).
Menurut Ray, pemerintah hingga kini tidak pernah memberikan penjelasan rasional mengapa tokoh yang dijatuhkan lewat gerakan Reformasi justru kini diusulkan menjadi pahlawan. Kalau Soeharto disebut pahlawan, maka logikanya mereka yang menjatuhkan Soeharto adalah pihak yang menjatuhkan seorang pahlawan. Itu tidak masuk akal, ujarnya di hadapan para mahasiswa.
Ray menilai, keputusan seperti itu akan menimbulkan kekacauan moral dalam sejarah bangsa. Ia mempertanyakan apakah para aktivis reformasi, mahasiswa, dan rakyat yang berjuang menumbangkan Orde Baru dianggap melakukan kesalahan sejarah hanya karena menentang seorang pahlawan.
Reformasi itu terjadi justru karena rakyat ingin melawan penindasan dan kesewenang-wenangan. Kalau Soeharto dijadikan pahlawan, maka perjuangan rakyat dianggap salah arah, lanjutnya.
Ray mengingatkan bahwa penetapan gelar pahlawan seharusnya didasarkan pada jasa kemanusiaan, bukan sekadar capaian ekonomi. Ukuran pahlawan tidak bisa hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi 7 persen. Bagaimana dengan pelanggaran HAM, pembungkaman pers, dan korban politik di masa Orde Baru? tegasnya.