Jokowi Teruskan Nafas Soekarno, Jaga NKRI

Oleh: Sekretaris Badan, Pendidikan dan Pelatihan DPP PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari
Jum'at, 10 Agustus 2018 15:45 WIB Jurnalis - Heru Guntoro

Seperti Sukarno, Jokowi terlalu mencintai rakyat dan tidak ingin NKRI terbelah. Sukarno yang gandrung persatuan, merangkul semua pihak yang ada di dunia politik bahkan yang aliran politiknya diametral sekalipun seperti saat pembentukan Nasakom (nasionalis-agama-komunis) pada tahun 1956 yang menyertakan pula tentara di dalamnya.

Hal ini bisa dilihat saat Jokowi berpidato di Sentul (4/8/18) Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi kalau diajak berantem juga berani. Jokowi mengajak bersatu, dan berantem hanya untuk mempertahankan diri.

Jokowi juga mengikuti Sukarno soal asumsi perlunya persatuan, sebelum dan setelah kemerdekaan. Ini penting mengingat bahwa bangsa ini mempunyai semua syarat untuk pecah baik dari aspek SARA maupun dari aspek geografisnya yang berbentuk negara kepulauan.

Tetapi yang lebih penting, persatuan atau dukungan yang kuat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan strategi TriSakti untuk menjalankan Nawacita II. Oleh karenanya bukan sekedar bisa menambah suara untuk memenangkan pilpres, Jokowi juga harus bisa membentuk pemerintahan yang kuat (strong government) setelah memenangkan pilpres.

PDI Perjuangan jauh hari telah memulai kerja untuk membentuk koalisi besar dengan membuka pintu lebar bagi semua parpol demi mendukung Presiden Jokowi. Selain menyiapkan platform pembangunan Nawacita II, PDI Perjuanganjuga aktif mengkondisikan pembentukan koalisi besar yang syaratnya termasuk dengan merelatifkan dan bahkan mentransformasikan kepentingan-kepentingan subyektif partai.

Baca juga :