Ikuti Kami

Jokowi Teruskan Nafas Soekarno, Jaga NKRI

Oleh: Sekretaris Badan, Pendidikan dan Pelatihan DPP PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari

Jokowi Teruskan Nafas Soekarno, Jaga NKRI
Calon presiden petahana Joko Widodo (kedua kiri) bergandengan tangan dengan calon wakil presiden Ma'ruf Amin (ketiga kanan) usai menyampaikan pidato politik di Gedung Joang 45, Jakarta, Jumat (10/8). Joko Widodo menyampaikan pidato politik sebelum mendaftarkan diri ke KPU untuk Pilpres 2019.

Seperti Sukarno, Jokowi terlalu mencintai rakyat dan tidak ingin NKRI terbelah. Sukarno yang gandrung persatuan, merangkul semua pihak yang ada di dunia politik bahkan yang aliran politiknya diametral sekalipun seperti saat pembentukan Nasakom (nasionalis-agama-komunis) pada tahun 1956 yang menyertakan pula tentara di dalamnya.  

Hal ini bisa dilihat saat Jokowi berpidato di Sentul (4/8/18) “Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi kalau diajak berantem juga berani.” Jokowi mengajak bersatu, dan berantem hanya untuk mempertahankan diri. 

Jokowi juga mengikuti Sukarno soal asumsi perlunya persatuan, sebelum dan setelah kemerdekaan. Ini penting mengingat bahwa bangsa ini mempunyai semua syarat untuk pecah baik dari aspek SARA maupun dari aspek geografisnya yang berbentuk negara kepulauan. 

Tetapi yang lebih penting, persatuan atau dukungan yang kuat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan strategi TriSakti untuk menjalankan Nawacita II. Oleh karenanya bukan sekedar bisa menambah suara untuk memenangkan pilpres, Jokowi juga harus bisa membentuk pemerintahan yang kuat (strong government) setelah memenangkan pilpres.

PDI Perjuangan jauh hari telah memulai kerja untuk membentuk koalisi besar dengan membuka pintu lebar bagi semua parpol demi mendukung Presiden Jokowi. Selain menyiapkan platform pembangunan Nawacita II, PDI Perjuangan juga aktif mengkondisikan pembentukan koalisi besar yang syaratnya termasuk dengan merelatifkan dan bahkan mentransformasikan kepentingan-kepentingan subyektif partai. 

Sebagai konsekwensi ideologi partai yang merangkul semua golongan ke dalam satu rumah besar Pancasila, maka PDI Perjuangan harus bekerja untuk menjahit keterbelahan/polarisasi dalam masyarakat. PDI Perjuangan harus membuka pikiran, hati dan kehendak untuk merangkul sebanyak mungkin para pihak yang ‘berseberangan’ untuk diajak dialog dan bekerjasama (kolaborasi) menuju tujuan yang sama.

Sebagaimana sudah ditunjukkan oleh tim bola Perancis di piala dunia 2018, PDI Perjuangan juga meyakini bahwa keberagaman itu sumber kekuatan, kreatifitas, inovasi dan kecerdasan-kecerdasan baru. PDIP berusaha semaksimal mungkin mengakomodasi keberagaman (multicultural) dalam berpolitik yang tentu sepakat dengan platform partai yaitu Pancasila.

Akomodasi keberagaman ini sudah dimulai dengan kebijakan dalam penyusunan caleg yang mengejutkan banyak orang termasuk para kader di internal PDI Perjuangan. Misalnya, tiba-tiba ada banyak wajah baru dari kalangan tokoh dan aktivis Islam mengisi list caleg DPR RI secara merata di semua dapil. 

PDI Perjuangan paham bahwa fakta baru berupa meroketnya kesadaran beragama global termasuk di Indonesia, harus direspon secara positif. Daripada mereka terbajak oleh diskursus paham pro intoleransi maka demi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) mereka diwadahi dalam Bamusi yang mempromosikan pro toleransi dan kebangsaan. 

Masuknya almarhum Yusuf Supendi, pendiri Partai Keadilan dan Kapitra Ampera yang pengacara Rizieq Sihab, menimbulkan debat seru di media maupun sosial media. PDI Perjuangan berhasil merangkul mereka untuk memilih Islam yang toleran dan melindungi keberagaman (Rahmatan Lil Alamin) serta tidak untuk mengganti ideologi negara Pancasila. 

Banyak wajah baru juga datang dari kalangan TNI dan Polri serta artis. Kehadiran para artis ini bahkan telah menempatkan PDI Perjuangan di ranking 2 sebagai parpol yang terbanyak merekrut para artis. Keadaan baru ini memaksa Badiklatpus DPP PDI Perjuangan menyelenggarakan pembekalan khusus bagi para pendatang baru ini secara terpisah.

Strategy outreach (menjangkau, pelibatan) ini bukan sekedar karena kelapangan dan kedewasaan pribadi Ketum PDI Perjuangan dan presiden tetapi adalah perintah ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga, Pancasila yang intinya adalah gotong-royong harus dipakai untuk menyelesaikan permasalahan bangsa. 

Tetapi, jangan lupa juga bahwa Pancasila juga sebagai kepribadian bangsa sehingga kualitas  kepribadian para pemimpin yang pro Pancasila akan meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi. Sehingga pantaslah jika para pemimpin tidak ada dendam, prasangka, atau permusuhan personal di antara para pemimpin. 

Hal ini bisa dilihat saat petang tanggal 10/8/2018 ketika pak Amin Ma’ruf dirangkul, diberi penghormatan sebagai cawapres oleh para ketum parpol koalisi dan pak Jokowi. Para pemimpin telah memberi contoh kebesaran jiwa dan pandangan yang responsive terhadap kebutuhan masa depan (visionary) yaitu soliditas dan persatuan bangsa. 

Ada pengorbanan itu pasti, tidak ada kemajuan tanpa ada pengorbanan hari ini tetapi kita menabung keuntungan yang lebih besar di masa mendatang. Para pendukung Jokowi dan PDI Perjuangan sepatutnya merenungkan pesan penting dari perhelatan politik yang sarat kemuliaan tadi malam, yaitu persatuan. 

Penunjukkan pak KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres telah mempersatukan partai-partai koalisi (menghindarkan tidak membentuk poros 3) dan para relawan pendukung pak Amin dengan pendukung Jokowi. Penunjukan tersebut juga upaya menabung penciptaan politik yang berkeadaban, masyarakat yang semakin tidak terpolarisasi, tidak terbelah alias makin berbaur (multicultural). 

Insyaallah, kehadiran pak Ma'ruf akan meredam serangan-serangan berdemensi SARA sehingga Jokowi bisa konsentrasi untuk bekerja memajukan kesejahteraan. Pak Ma'ruf juga akan mampu mengekspresikan kapasitasnya di bidang perekonomian dan keuangan demi terwujudnya perekonomian gotong-royong Pancasila yang Islami. 

Kepemimpinan Presiden Jokowi dan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputritelah memaksa kita untuk mentransformasi diri agar transformasi bangsa bisa kita wujudkan. Kita diajak bersama-sama menuju politik yang pro damai agar tujuan demokrasi yaitu keadilan sosial bisa kita wujudkan. Mari mengubah diri untuk mendukung perubahan yang sudah dimulai pak Jokowi 4 tahun lalu.

Quote