Pemerintah Larang Ekspor, Masyarakat Batal Lebaran

Uang untuk subsidi sudah tidak ada. Uang subsidi sudah tersedot ke program B30 biosolar.
Senin, 25 April 2022 23:59 WIB Jurnalis - Ali Imron

Jakarta, Gesuri.id - Kebijakan melarang ekspor Crude Palm Oli (CPO) benar-benar menghantam dunia sawit dari luar negeri sampai rakyat pemilik sawit. Harga CPO semakin melonjak di luar negeri sementara di dalam negeri Tandan Buah Sawit (TBS) jatuh ke titik nadir dan sebagian sudah ditolak pabrik sehingga mulai dibiarkan membusuk di atas pohon.

Sesudah melewati bulan-bulan penuh drama tentang minyak goreng, sepertinya pemerintah belum mengerti akar permasalahan. Minyak goreng naik harga ketika harga internasional CPO naik tinggi. Itu adalah wajar. Rumus ekonomi adalah modal + keuntungan = harga jual. Supaya tidak timbul gejolak di masyarakat, pemerintah berusaha supaya minyak goreng tetap dijual di harga Rp. 14.000/liter.

Lalu minyak goreng kemasan dibuatkan Harga Eceran Tertinggi (HET)-nya dan selisih harga ditanggung oleh pemerintah dengan dana yang dikumpulkan lewat bea keluar dan pajak ekspor. Dana ini dikumpulkan di lembaga bernama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Di akhir Februari, subsidi tidak lagi ditanggung pemerintah tetapi HET masih diberlakukan. Di sinilah timbul masalah.

BacaMasinton: Korupsi CPO Untuk Pendanaan Penundaan Pemilu

Harga CPO yang sudah Rp. 19.000-20.000/kg pada saat itu mengakibatkan harga keekonomian minyak goreng mencapai Rp. 22.000-24.000/liter. Pabrikan dipaksa menanggung kerugian Rp.8000-10.000/liter. Untuk pabrikan sedang dengan kapasitas 3000 ton, maka paling sedikit mereka menanggung kerugian Rp. 25 miliar hingga Rp. 30 miliar. Dua bulan kerugian sama dengan nilai pabrik-nya!

Baca juga :