Ciputat, Gesuri.id Pemilu 1971 di era Orde Baru tak hanya meninggalkan catatan politik, tapi juga jejak kelam kekerasan, intimidasi, dan pembungkaman media. Budayawan sekaligus Gusdurian, Hairus Salim, menyingkap bagaimana jurnalis seperti Panda Nababan menjadi saksi sekaligus korban represi negara saat mencoba mengungkap kebenaran di lapangan.
Pemilu 1971 bukan Pemilu biasa. Banyak desa dihancurkan secara sosial dan psikologis. Warga hidup dalam ketakutan, media ditekan, dan wartawan yang menulis kebenaran ditangkap, ujar Hairus Salim dalam diskusi publik NU, PNI dan Kekerasan Orde Baru di Ciputat, Jumat (7/11).
Salah satu kisah paling mencolok adalah Peristiwa Losarang, Jawa Barat wilayah yang menjadi lokasi intimidasi aparat terhadap warga menjelang Pemilu 1971. Panda Nababan, kala itu wartawan muda, menulis laporan investigatif tentang kekerasan dan penghancuran sosial di desa-desa Losarang.
Namun laporan itu segera ditarik paksa oleh militer, dan Panda bersama seorang wartawan asal Jepang ditangkap serta diinterogasi karena memberitakan fakta di lapangan.
Dia ditangkap karena memberitakan penghancuran desa-desa di Jawa Barat. Bahkan wartawan Jepang yang bersamanya pun ikut ditahan. Mereka baru dilepaskan setelah ada tekanan internasional, jelas Hairus.